Rabu, 24 Juli 2013

Bahasa dan Sastra Indonesia



postingan selanjutnya mengenai Bahasa dan Sastra Indonesia, materi ini saya ambil dari tugas akhir Bahasa Indonesia semester 1.. semoga bermanfaat

BAB I
 PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan berbagai ragam bahasa daerah yang dimilikinya memerlukan adanya satu bahasa persatuan guna menggalang semangat kebangsaan. Semangat kebangsaan ini sangat penting dalam perjuangan mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Kesadaran politis semacam inilah yang memunculkan ide pentingnya bahasa yang satu, bahasa persatuan, bahasa yang dapat menjembatani keinginan pemuda-pemudi dari berbagai suku bangsa dan budaya di Indonesia saat itu.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang sudah dipakai oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia, namun tidak semua orang menggunakan tata cara atau aturan-aturan yang benar, salah satunya pada penggunaan bahasa Indonesia itu sendiri yang tidak sesuai dengan Ejaan maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh karena itu pengetahuan tentang ragam bahasa cukup penting untuk mempelajari bahasa Indonesia secara menyeluruh yang akhirnya bisa diterapkan dan dapat digunakan dengan baik dan benar sehingga identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak akan hilang.
            DI dalam sejarah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang cukup menarik. Bahasa Indonesia yang tadinya hanya merupakan bahasa melayu dengan penduduk yang yang kecil telah berkembang menjadi bahasa Indonesia yang cukup pesat.
Perkembangan ini akan terus berlanjut, disebabkan oleh tingkat kemajuan masyarakat. Dengan demikian, sastra Indonesia modern pada hakekatnya adalah sasatra yang berada pada jalur yang mengglobal itu.
Untuk lebih jelasnya saya akan membahas tentang Bahasa dan Sastra Indonesia pada bab selanjutnya.












BAB II
Pembahasan


A. Sejarah Bahasa Indonesia
Pemuda-pemudi Indonesia pada masa pergerakan berhasil menyelenggarakan Kongres Pemuda Indonesia. Dalam kongres tersebut tercetuslah ikrar bersama yang lebih dikenal dengan Sumpah Pemuda. Ikrar Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada tanggal 28 Oktober 1928 itu salah satu butirnya adalah menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Adapun bunyi ikrar lengkap pemuda Indonesia yang dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda itu adalah sebagai berikut:
Teks sumpah pemuda;
1)      Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
2)      Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3)      Kami putra-putri Indonesia menjungjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Secara historis bahasa Indonesia berakar pada bahasa Melayu Riau sebab bahasa yang dipilih sebagai bahasa nasional itu adalah bahasa Melayu, yang sudah menjadi lingua franca di pelabuhan-pelabuhan perniagaan yang tersebar di wilayah Nusantara, yang kemudian diberi nama bahasa Indonesia.
1.      Sebab-sebab Bahasa Melayu Dijadikan Dasar Bahasa Indonesia
Bahasa Melayu dijadikan dasar bahasa Indonesia, sebab:
a)      Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua franca (bahasa perantara atau bahasa pergaulan di bidang perdagangan) di seluruh wilayah Nusantara. 
b)      Bahasa Melayu mepunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari, mudah dikembangkan pemakaiannya, dan mudah menerima pengaruh luar untuk meperkaya dan menyempurnakan fungsinya. 
c)      Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan bahasa berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya, sehingga tidak menimbulkan perasaan sentimen dan perpecahan. 
d)     Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. 
e)      Adanya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang mulia. 

2.      Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum Masa Kolonial
Meskipun bukti-bukti autentik tidak ditemukan, bahasa yang digunakan pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah bahasa Melayu. Sementara itu, bukti-bukti yang tertulis mengenai pemakaian bahasa Melayu dapat ditemukan pada tahun 680 Masehi, yakni digunakannya bahasa Melayu untuk penulisan batu prasasti, di antaranya sebagai berikut:

a)      Prasasti yang ditemukan di Kedukan Bukit berangka tahun 683 Masehi. 
b)      Prasasti yang ditemukan di Talang Tuwo (dekat Palembang) berangka tahun 686 Masehi. 
c)      Prasasti yang ditemukan di Kota Kapur (Bangka Barat) berangka tahun 686 Masehi. 
d)     Prasasti yang ditemukan di Karang Brahi (antara Jambi dan Sungai Musi) berangka tahun 686 Masehi. 
e)      Prasasti dengan nama Inskripsi Gandasuli yang ditemukan di daerah Kedu dan berasal dari tahun 832 Masehi. 
f)       Pada tahun 1356 ditemukan lagi sebuah prasasti yang bahasanya berbentuk prosa diselingi puisi. 
g)      Pada tahun 1380 di Minye Tujoh, Aceh, ditemukan batu nisan yang berisi suatu model syair tertua. 

3.      Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Kolonial
Pada abad XVI, ketika orang-orang Eropa datang ke Nusantara mereka sudah mendapati bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan dan bahasa perantara dalam kegiatan perdagangan. Bukti lain yang dapat dipaparkan adalah naskah/daftar kata yang disusun oleh Pigafetta pada tahun 1522. Di samping itu, pengakuan orang Belanda, Danckaerts, pada tahun 1631 yang mendirikan sekolah di Nusantara terbentur dengan bahasa pengantar. Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan surat keputusan: K.B.1871 No.104 yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah bumiputera diberi dalam bahasa Daerah, kalau tidak dipakai bahasa Melayu.

4.         Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Pergerakan
Setelah Sumpah Pemuda, perkembangan Bahasa Indonesia tidak berjalan dengan mulus. Belanda sebagai penjajah melihat pengakuan pada bahasa Indonesia itu sebagai kerikil tajam. Oleh karena itu, dimunculkanlah seorang ahli pendidik Belanda bernama Dr.G.J.Niewenhuis dengan politik bahasa kolonialnya. Isi politik bahasa kolonial Niewenhuis itu lebih kurang sebagai berikut:
Pengaruh politik bahasa yang dicetuskan Niewenhuis itu tentu saja menghambat perkembangan bahasa Indonesia. Banyak pemuda pelajar berlomba-lomba mempelajari bahasa Belanda, bahkan ada yang meminta pengesahan agar diakui sebagai orang Belanda (seperti yang dilukiskan Abdul Muis dalam roman Salah Asuhan pada tokoh Hanafi). Sebaliknya, pada masa pendudukan Dai Nippon, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Tentara pendudukan Jepang sangat membenci semua yang berbau Belanda; sementara itu orang-orang bumiputera belum bisa berbahasa Jepang. Oleh karena itu, digunakanlah bahasa Indonesia untuk memperlancar tugas-tugas administrasi dan membantu tentara Dai Nippon melawan tentara Belanda dan sekutu-sekutunya.

5.      Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional, dan sebagai bahasa resmi/Negara. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional diperoleh sejak awal kelahirannya, yaitu tanggal 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional sekaligus merupakan bahasa persatuan




6.      Fungsi Bahasa
Bahasa Indonesia terus berkembang mengarah kepada penyesuaian diri terhada fungsinya menjadi bahasa pergaulan. Bahasa ilmu pengetahuan, dan bahasa kesusastraan.
Sesuai dengan tujuan Sumpah Pemuda dan UUD 1945, Bab XV, Pasal 36, Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai Bahasa Nasiolnal dan Bahasa Negara.

a)      Sebagai Bahasa Nasional
Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1)      Alat Kebanggaan Nasional
Kita bangga terhadap bahasa Indonesia sebab begitu kita merdeka, kita telah memiliki bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia.
2)      Alat Identitas Bangsa
Bahasa Indonesia menunjukan adanya bahasa Indonesia. Sebab Indonesia adalah nama tanah air, nama bangsa, dan nama bahasa kita. Demikian menurut Sumpah Pemuda pada tanggal 28 oktober 1928.
3)      Alat Pemersatu
Salah satu tujuan Sumpah Pemuda adalah membentuk bahasa persatuan. dengan satu bahasa kita merasa mempunyai ikatan jiwa meskipun bangsa Indonesia terdiri atas beratus-ratus suku bangsa.
4)      Alat Perhubungan antara daerah/budaya
Jika salah satu suku bangsa dari suatu daerah ingin berkomunikasi dengan suku bangsa di daerah lain maka bahasa Indonesialah yang dipakai. Sebab belum tentu suatu bangsa menguasai bahasa suku bangsa lain.

b)      Sebagai Bahasa Negara
Sebagai bahasa Negara bahasa Indonesia berfungsi:
a)      Sebagai Bahasa Resmi
Bahasa Indonesia dipakai dalam segala kegiatan kenegaraan. Dokumen-dokumen, keputusan-keputusan, surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kenegaraan yang lain, misalnya DPR, MPR, DPA, dan sebagainya ditulis dalam bahasa Indonesia.
b)      Sebagai Bahasa Pengantar Lembaga-lembaga Pendidikan
Dalam dunia pendidikan bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar, di UNIVERSITAS, SMA, SMP, SD, maupun TK bahasa Indonesia dipakai sebagai alat untuk menyampaikan ilmu penetahuan, pendidikan, dan sebagainya kepada siswa.
c)      Sebagai Bahasa Perhubungan Tingkat Nasional
Bahasa Indonesia dipakai pula dalam hal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan. Dalam hal ini bahasa Indonesia dipakai sebagai alat komunokasi di dalam masyarakat yang sama latar sosial budaya dan bahasanya.
d)     Sebagai Bahasa Pengembangan Kebudayaan Nasional, Ilmu Pengetahuan, serta Teknologi Modern
Dalam masa pembangunan ini terus disebarluasakan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang menjadi kebudayaan nasional. Penyebarluasan ini melalui penulisan, penterjemahan yang di sajikan dengan bahasa Indonesia.






B.     RAGAM BAHASA INDONESIA
Dengan pembicaraan di atas jelas bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting. Pentingnya peranan bahasa Indonesia itu bersumber kepada Sumpah Pemuda tahun 1928 dan Undang-Undang Dasar tahun 1945. Selain itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa yang sangat penting karena :
1)      Sejak dulu tersebar luas.
2)      Mampu berperan sebagai sarana ilmu pengetahuan, sarana susastraan dan sarana ungkapan budaya.
3)      Jumlah penuturan aslinya makin lama makin bertambah, hal itu di sebabkan oleh:
a)      Arus penduduk yang pindah ke kota besar.
b)      Perkawinan antar suku.
c)      Golongan warga negara keturunan asing banyak menggunakan bahasa Indonesia.
d)     Orang tua masa kini banyak menjadikan anaknya penuturan asli bahasa Indonesia.
4)      Selalu mengatasi bahasa daerah.

1.      Penggolongan Ragam Bahasa
Penggolongan ragam bahasa bisa dilihat menurut sifat bahasanya, pemakaiannya, dan cara penyampaiannya.

a.       Menurut Sifat Bahasanya
1)      Bahasa Resmi
Bahasa resmi ialah bahasa yang dipakai oleh badan-badan resmi atau pejabat-pejabat pemerintah dalam melaksanakan tugasnya. Misalnya bahasa yang dipakai dalam pidato-pidato kenegaraan, nota jawaban pemerintah terhadap pertanyaan DPR, Tap-tap MPR, UUD, UU, Peratuaran Pemerintahan, Keputusa Presiden, Lembaran-embaran Negara, Surat Keputusan, dan lain-lain.
Bahasa resmi itu harus mempunyai sifat yang baku, mengingat fungsinya sebagai sarana komunikasi resmi, agar tidak mudah menimbulkan salah paham pada pihak-pihak resmi yang berkomunikasi itu. Jadi, Bahasa resmi haruslah bahasa baku.

a)      Bahasa Baku
(1)   Pengertian Bahasa Baku
Bahasa baku merupakan ragam bahasa orang berpendidikan dan mempunyai kaidah-kaidah yang lengkap. Ragam ini diajarkan di sekolah-sekolah dan dipakai oleh orang yang berpendidikan, yang menjadi pemuka di berbagai bidang kehidupan yang penting. Bahasa baku ini merupakan bahasa yang menjadi tolak banding.

(2)   Ciri-ciri Bahasa Baku
(a)    Mamiliki sifat kemantapan dinamis.
(b)   Memiliki sifat kecendekiaan.
(c)    Adanya penyemaan kaidah.


Menurut Stewart apa yang dimaksud dengan bahasa baku dalam tipologi  bahasanya hendaklah memiliki ciri-ciri berikut:
(a)    Kaidah sebagai pedoman atau ukuran (standardization).
(b)   Kebebasan untuk berkembang (autonomy).
(c)    Suatu system linguistic yang terpercaya, yang sejarah pertumbuhanannya dapat diketahui (historicity).
(d)   Daya yang bersistem, didukung oleh pemakainnya (vitality).

Dalam pengertian bahasa baku tersirat pengertian bahwa bahasa baku memiliki kaidah atau aturan yang tetap, atau memiliki sifat kemantapan yang dinamis. Tetapi didalam kemantapan itu terkandung sifat terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem di bidang kosa kata dan terminology (peristilahan), dan untuk perkembangan berbagai jenis ragam dan gaya di bidang kalimat serta makna.

(3)   Fungsi Bahasa Baku
Bahasa baku mendududki empat fungsi, tiga diantaranya bersifat pelambang atau simbolik, sedangkan yang satu lagi bersifat objektif:

(a)    Fungsi pemersatu
Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh masyarakat.
(b)   Fungsi pemberi kekhasan
Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku membedakan bahasa itu terdiri dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan
(c)    Fungsi pembawa kewibawaan
 Pemilihan bahasa  baku membawa serta wibawa atau prestasi. Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha orang mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa baku sendiri.
(d)   Fungsi sebagai kerangka acuan
Bahasa baku selanjutnya berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa, dengan adanya norma dan kaidah (yang dikodifikasi) yang jelas. Norma dan kaidah itu menjadi tolak ukur bagi betul tidaknya pemakaian bahasa orang, seorang atau golongan.    

(4)   Pembakuan Bahasa
Pembakuan bahasa dapat dilakukan oleh badan pemerintahan atau swasta. Di Indonesia pembakuan bahasa dilakukan dengan kerja sama, bersama pihak-pihak yang perlu diajak yaitu para guru, para pengasuh media masa, para pengembang ilmu, Pembina pendapat umum, dan sebagainya.

b)      Bahas Sekolah

(1)   Ciri_ciri Bahasa Sekolah:
(a)    Bersifat umum.
(b)   Tidak boleh terpengaruh oleh bahasa atau logat daerah.
(c)    Sama dimanapun juga.
(d)   Berupa bahasa baku atau bahasa standar.
(e)    Wujudnya pada hakekatnnya ialah bahasa yang dipakai dalam buku-buku pelajaran.

(2)   Perbedaan Antara yang Berpendidikan formal dan yang Tidak, dalam bahasa;
(a)    Dalam hal tata bunyi
Yang berpendidikan mengucapkan fakultas, sedangkan yang tidak/kurang berpendidikan akan mengucapkan pakultas, dan sebagainya.
(b)   Dalam hal tata bahasanya
Bandingkan
a)      Saya akan menulis surat itu kepada paman.
b)      Saya mau tulis surat ke saya punya paman.

b.      Menurut Pemakaiannya
Menurut pemakainnya bahasa terbagi lagi diantaranya:
1)      Idiolek
Dalam berbahasa tampak bahwa seseorang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Tutur kata setiap anggota masyarakat bahasa yang ditandai perbedaan-perbedaan kecil semacam itu disebut idiolek.
Idiolek adalah keseluruhan ciri-ciri dalam ujaran perseorangan.
2)      Dialek
Dalam suatu masyarakat bahasa terdapat perbedaan yang umum antara suatu kelompok dengan kelompok yang lain. Setiap kelompok idiolek itu menunjukan persamaan yang khas dalam tata bunyi, kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan lain-lainnya. Yang membedakan dari kumpulan idiolek yang lain. Dialek ialah kumpulan idiolek yang ditandai ciri-ciri yang khas dalam tata bunyi, kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan lain-lain.
3)      Bahasa Daerah
Bahasa daerah ialah bahasa yang dipakai oleh salah satu suku bangsa sebagai alat untuk mengadakan komunitas antara anggota masyarakatnya. Bahasa daerah terdapat di dalam wilayah Republik Indonesia, kecuali bahasa-bahasa di irian jaya dan Halmahera utara disebut  bahasa nusantara.
(a)    Fungsi bahasa daerah yaitu:
(1)   Memperkaya bahasa Indonesia, dalam hal kata-kata dan bentuk kata.
(2)   Dengan mengenal bahasa daerah, kita bisa mengenal corak dan dan struktur masyarakat Indonesia.
(3)   Dengan mengenal aspek-aspek bahasa daerah, kita dapat mengenal adanya kesamaan tema, gaya bahasa, dan ragam kesusastraan.
(b)   Kedudukan bahasa daerah yaitu:
(1)   Dasar persatuan dan kesatuan bangsa.
(2)   Rasa saling menghargai yang sedalam-dalamnya.

Bahasa daerah juga disebut bahasa ibu; sebab bahasa daerah itu dipakai dalam keluarga-keluarga untuk berkomunikasi antara anggota keluarga.

4)      Bahasa remaja
            Bahasa remaja ialah bahasa yang dipakai oleh kalangan remaja

(a)    Ciri-ciri bahasa remaja;
(1)   Gayanya santai.
(2)   Banyak istilah-istilah tertentu. Misalnya : assoi, beres, ada deh, cewek, cowok, ciuuus, dan lain-lain.
(3)   Adanya kecenderungan meniru dialek Betawi dengan menghilangkan awalan men- pada kata kerja bentuk man-. Misalnya; nonton, nabrak, ngopi, ngapain, dan sebagainya.
(4)   Adanya kata-kata bahasa daerah yang dipakai. Misalnya; ngomel, numpang, tumben. nongkrong, dan sebagainya.

c.       Menurut Penyampaiannya
Menurut penyampaiannya bahasa terbagi menjadi dua:
1)      Bahasa Cakapan
2)      Bahasa Tulisan


1)      Bahasa Cakapan

a)      Pengertian dan Ciri-Ciri Bahasa Cakapan
Bahasa cakapan ialah semua bentuk bahasa lisan, seperti percakapan, tanya jawab, pidato, bercakap-cakap dan sebagainya. Adapun ciri-ciri bahasa cakapan adalah:
(1)   Langsung
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara.
(2)   Tidak terikat ejaan
Bahasa Indonesia tidak terikat ejaan, tetapi terikat situasi pembicaraan. Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara.
(3)   Tidak efektif
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara.
(4)   Kalimatnya pendek-pendek
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
(5)   Kalimat sering terputus dan tidak lengkap
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
(6)   Lagu kalimat situasional
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya.
(7)   Sahut-menyahut bergantian.
(8)   Kadang-kadang dipergunakan dialog yang tidak akan kita benarkan dalam uraian biasa.

Bahasa cakapan (lisan) dapat langsung dikaji dan dinilai oleh pendengar, sebab bahasa lisan dibantu oleh unsur yang dapat dilihat, yaitu mimik, panto mimik, dan sebagainya. Serta unsur yang dapat didengar, yaitu tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut suara. Hal tersebut dalam bahasa tertulis sukar sekali dilambangkan dengan ejaan. Pungtuasi (tanda baca) yang kita miliki bersifat tidak sempurna. Adapun bahasa cakapan yang akan saya bahas dalam makalah ini adalah:
1.      Bahasa Pidato.
2.      Bahasa Diskusi.
3.      Bahasa Wawancara.


(1)   Bahasa Pidato

a.       Pengertian Pidato
Berpidato adalah berbicara di depan umum dengan maksud menyampaikan sesuatu gagasan dengan tujuan tertentu. Ada tiga bagian penting dalam teks pidato. Yakni:
1)      Pendahuluan,
2)      Isi, dan
3)      Penutupan.
Pada bagian pendahuluan penyampai teks pidato (pemidato) mengemukakan pokok persoalan yang akan dijelaskan kepada pendengar (audiens). Pada bagian ini sedapat mungkin juga dikemukakan arah pembicaraan, dengan kata lain dengan pidato itu pendengar akan dibawa ke mana. Pada bagian isi dia menguraikan poin-poin yang sudah dirinci dalam kerangka tadi dengan sejalas-jelasnya. Kemudian pada bagian penutup pembicara menyampaikan seluruh uraiannya dalam bentuk kesimpulan. Hal ini bertujuan agar audiens mendapat gambaran yang untuk mengenai masalah yang baru saja disimpulkan.
Untuk menyajikan sebuah pidato, ada beberapa metode yang dapat digunakan. Pemilihan metode piadato ini disesuaikan denga situasi, kondisi, dan kebutuhannya.

b.      Metode Berpidato
Untuk menyajikan sebuah pidato, ada beberapa metode yang dapat digunakan. Pemilihan metode piadato ini disesuaikan denga situasi, kondisi, dan kebutuhannya. Beberapa metode berpiadato yang lazim digunakan adalah:
1)      Metode Imprompa (serta-merta), yaitu metode penyajian pidato tanpa persiapan sama sekali. Pembicara menyampaikan pidatonya secara langsung berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.
2)      Metode Mengahafal (memoriter), yakni pembicara membuat pidatonya dengan uraian yang lengkap, kemudian menghafalnya.
3)      Metode Naskah (membaca), yaitu metode berpidato dengan membaca naskah. Metode ini biasa dilakukan oleh pejabat pemerintah dalam suatu acara resmi kenegaraan.
4)      Metode Ekstemporan, yakni cara penyampaian pidato tanpa persiapan naskah tertulis. Pembicara menyiapkan pidato dengan baik tetapi pada saat pelaksanaannya ia hanya membuat catatan poin-poin yang akan disampaikan.

c.       Tujuan Berpidato
Pada prakteknya bahasa orang berpidato tergantung kepada tujuan pidato, pendengarnya, dan bahasa yang akan disampaikannya.
Adapun tujuan pidato ada tiga macam yakni:
1)      Pidato instruktif ialah pidato yang bertujuan memberi tahukan sesuatu kepada pendengar.
2)      Pidato rekreatif ialah pidato yang bertujuan menghibur/menyenang-nyenangkan pendengaran.
3)      Pidato persuatif ialah pidato yang bertujuan mempengaruhi pendengaran.

Pendengar, yaitu orang-orang yang mendengarkan pidato seseorang. Mungkin pelajara, mahasiswa, pegawai, buruh, wanita semua, pria semua, mungkin juga campuran diantara yang tersebut. Bahasa yang disampaikan mungkin ringan, sukar, memerlukan pemikiran, perasaan, atau sikap, dan sebagainya.


d.      Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Berpidato
Dengan mengingat tiga hal tersebut di atas, kita pikirkan bahasa yang akan kita pakai dalam berpidato itu tentu saja ragam bahasa pidato instruktif yang bertujuan kepada pelajar untuk bahan yang ringan akan berbeda dengan bahasa pidato persuatif yang ditujukan kepada mahasiswa untuk bahan yang memerlukan pikiran. Demikian juga hal tersebut di atas akan berbeda dengan bahasa pidato rekreatif yang ditujukan kepada rakyat umum untuk bahan yang memerlukan perasaan. Tetapi pada umumnya, ada beberapa hal yang harus diperhatiakan dalam  berpidato, yaitu:
1)      Bahsa pidato harus disesuaikan dengan taraf pengetahuan dan kemampuan pendengar.
2)      Kata/istilah harus diteliti dengan cermat, dan diterangkan apabila apabila kata/istilah tersebut belum popular.
3)      Kalimat dalam pidato jangan terlalu panjang.
4)      Dapat juga dipakai kutipan yang memperkuat topik pembicaraan, seperti selogan dan majas.
5)      Ucapan kata/istilah harus jelas dan tegas.


(2)   Bahasa Diskusi

a.       Pengertian dan Macam-macam Diskusi
Berdiskusi adalah bertukar pikiran tentang masalah dalam bentuk musyawarah. Adapun macam-macam diskusi diantaranya:
1)      Diskusi kelompok, yakni apabila masalah yang didiskusikan adalah masalah yang menyangkut kepentingan bersama.
2)      Diskusi panel, yakni apabila masalah yang didiskusikan menyangkut masalah yang sedang menjadi perhatian masyarakat (yang lagi aktual).

b.      Tujuan dan Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Berdiskusi
Tujuan diskusi ialah untuk memecahkan suatu masalah. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam berdiskusi adalah:
1)      Bahasa yang dipakai harus mantap, logis, dan cermat
Bahasa yang mantap dan logis akan membawa pendengar percaya terhadap apa yang didengar. Pilihan kata/istilah yang cermat dan inotasi yang tepat membawa pendengar mudah menangkap inti maksud pembicaraan.
2)      Pembicaraan diskusi langsung menuju sasaran
Pembicaraan dalam diskusi harus langsung menuju sasaran. Jadi, kalimat harus jelas, cermat, dan benar.
3)      Tegas, sopan dan jelas
Ketegasan harus ada meskipun nada hormat terhadap pendapat orang lain tetap kita pegang. Jika bertanya kita pakai bahasa dengan nada sopan, jangan sampai terasa ada nada membantah, memerintah, atau meminta. Kalimatnya harus jelas, mengenai sasaran, tidak berbelit-belit.
Jika menjawab, jawaban kita harus yang berhubungan dengan pertanyaan itu saja. Komentar untuk memperjelas jangan berbelit-belit, jawaban harus jujur dan objektif, usahakan penanya dapat puas dengan jawaban itu dan kita usahakan bahwa bahasa yang kita pakai itu tetap sopan.
jika menanggapi suatu pendapat, bila setuju, komentar kita jangan berlebih-lebihan sebab jika berlebih-lebihan sering terasa sebagai sindiran, dan bila tidak setuju, komentarnya jangan bernada mencemooh, menghina, atau menyinggung perasaan.


(3)   Wawancara

a.       Pengertain dan Prinsip Wawancara
 Wawancara adalah suatu kegiatan/usaha mengajukan pertanyaan kepada narasumber (informan) guna mendapatkan data atau informasi tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Karena itu, prinsip suatu wawancara adalah:
1)      Pertanyaan yang diajukan sesuai dengan tujuan.
2)      Pertanyaan yang dibuat lengkap.
3)      Kalimat pertanyaan yang digunakan jelas dan efektif.
4)      Bahasa yang digunakan santun, sesuai dengan lawan bicara (narasumber).

b.      Bentuk Wawancara
Bentuk-bentuk wawancara antara lain:
1)      Wawancara berita dilakukan untuk mencari bahan berita.
2)      Wawancara dengan pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu.
3)      Wawancara telepon yaitu wawancara yang dilakukan lewat pesawat telepon.
4)      Wawancara pribadi.
5)      Wawancara dengan banyak orang.
6)      Wawancara dadakan/mendesak.
7)      Wawancara kelompok dimana serombongan wartawan mewawancarai seorang, pejabat, seniman, olahragawan dan sebagainya.

Sukses tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan juga ditentukan oleh bahasa, dan penampilan, yang baik biasanya mengundang simpatik dan akan membuat suasana wawancara akan berlangsung akrab alias komunikatif. Wawancara yang komunikatif dan hidup ikut ditentukan oleh penguasaan permasalahan dan informasi seputar materi topik pembicaraan baik oleh nara sumber maupun wartawan.

c.       Jenis-Jenis Wawancara
Ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1)      Wawancara bebas
Dalam wawancara bebas, pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada responden, namun harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu berhubungan dengan data-data yang diinginkan. Jika tidak hati-hati, kadang-kadang arah pertanyaan tidak terkendali.
2)      Wawancara terpimpin
Dalam wawancara terpimpin, pewawancara sudah dibekali dengan daftar pertanyaan yang lengkap dan terinci.
3)      Wawancara bebas terpimpin
Dalam wawancara bebas terpimpin, pewawancara mengombinasikan wawancara bebas dengan wawancara terpimpin, yang dalam pelaksanaannya pewawancara sudah membawa pedoman tentang apa-apa yang ditanyakan secara garis besar.



d.      Sikap-Sikap yang Harus Dimiliki Pewawancara
Saat melakukan wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan suasana agar tidak kaku sehingga responden mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Untuk itu, sikap-sikap yang harus dimiliki seorang pewawancara adalah sebagai berikut:
1)      Netral; artinya, pewawancara tidak berkomentar untuk tidak setuju terhadap informasi yang diutarakan oleh responden karena tugasnya adalah merekam seluruh keterangan dari responden, baik yang menyenangkan atau tidak.
2)      Ramah; artinya pewawancara menciptakan suasana yang mampu menarik minat si responden.
3)      Adil; artinya pewawancara harus bisa memperlakukan semua responden dengan sama. Pewawancara harus tetap hormat dan sopan kepada semua responden bagaimanapun keberadaannya.
4)      Hindari ketegangan; artinya, pewawancara harus dapat menghindari ketegangan, jangan sampai responden sedang dihakimi atau diuji. Kalau suasana tegang, responden berhak membatalkan pertemuan tersebut dan meminta pewawancara untuk tidak menuliskan hasilnya. Pewawancara harus mampu mengendalikan situasi dan pembicaraan agar terarah.


2)      Bahasa Tertulis

a)      Pengertian dan Ciri-ciri Bahasa Tulis
Bahasa tertulis harus lebih banyak dipertimbangkan dari pada bahasa lisan, sebab bahasa tertulis akan tetap terwujud dan orang bisa membacanya berulang-ulang. Adapun ciri-ciri Ragam Bahasa Tulis sebagai berikut;

(1)   Santun
Memenuhi kaidah-kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat.
disebut santun jika:
(a)    Pilahan kata tepat menggambarkan suatu maksud.
(b)   Susunan kalimat cermat, sesuai dengan tuntutan pola kalimat bahasa Indonesia.
(c)    Tiap alinea merupakan kesatuan pikiran yang dituangkan dalam beberapa kalimat. Salah satu dari kalimat-kalimat itu berisi inti ide yang diterangkan oleh kalimat-kalimat lain.
(d)   Ejaan harus memenuhi aturan yang telah ditetapkan yaitu yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan.

(2)   Efektif
(a)    Pengertian dan ciri-ciri kalimat efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang disususn secara singkat tetapi mempunyai daya informasi yang tepat sehingga secara tepat pula mewakili gagasan penulis. Adapun ciri-ciri kalimat efektif:
o   Minimal berunsur subjek (S) dan predikat(P).
o   Semua kata yang digunakan kata baku.
o   Hemat dalam penggunaan kata.
o   Menerapkan kaida EYD secara tepat (tanda baca dll).
o   Hubungan fungsi-fungsi kalimat jelas.
o   Logis atau masuk di akal.

(b)   Fakor penyebab ketidak efektifan kalimat
o   Kesalahan tata bahasa
Penggunaan tata bahasa yang benar sangat menentukan keefektifan sebuah kalimat contoh: “Dia tidak ngambil buku itu”, seharusnya “dia tidak mengambil buku itu”.
o   Ketidak logisan kalimat
Penguasaan kaidah bahasa belum menentukan keefektifan sebuah kalimat. Keefektifan kalimat didukung pula oleh jalan pikiran yang logis.
o   Ketaksaan kalimat
Kalimat efektif memiliki daya informasi yang tepat dan cepat harus terhindar dari ketaksaan, artinya kalimat tersebut tidak memiliki makna ganda. Contoh: “Pelantikan Rektor UIN yang baru dilaksanakan di gedung Merdeka”.
Kalimat tersebut bisa bermakna “Rektor yang baru”dan “UIN yang baru”.
Dengan demikian, kalimat di atas perlu diubah menjadi:
-Pelantiakan Rektor baru UIN yang baru dilaksanakan di Gedung Merdeka.
Atau
-Pelantiakan Rektor UIN yang baru dilaksanakan di Gedung Merdeka.      
o   Ketidak hematan kata
Dalam kalimat efektif tersirat pula keefesienan, jika sebuah gagasan dapat dituangkan dengan 10 kata, mengapa kita nenggunakan 11 kata.
o   Ketidak sejajaran kalimat
o   Kerancuan kalimat
Hemat dan singkat, tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya.

(3)   Bahasa disampaikan sebagai upaya komunikasi satu pihak
Karena tak dapat bertemu langsung, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham.

(4)   Ejaan digunakan sesuai dengan pedoman
Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau penulisan kata yaitu ejaan yang disempurnakan.

(5)   Penggunaan kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan
Dalam hal ini, penggunaan kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan.

c)      Ragam Bahasa Tulis:
1. Undang-undang.
2. Ragam catatan.
3. Ragam sastra.
4. Ragam surat- menyurat.
Adapun ragam bahasa tulisan yang akan saya bahas dalam makalah ini adalah:
1.      Surat,
2.      Memo,dan
3.      Proposal.


1.      Surat

a)      Pengertian Surat
Surat adalah sarana komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi tertulis oleh suatu pihak kepadapihak lain. Informasi itu dapat berupa; pemberitahuan, pernyataan, perintah, permintaan/permohonan, dan laporan.

d)     Fungsi surat
Surat memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
(a)    sebagai sarana komunikasi
(b)   sebagai alat untuk menyampaikan  pembritahuan/permintaan atau permohonan, buah fikiran atau gagasan.
(c)    sebagai alat buku tertulis
(d)   sebagai alat untuk mengingat
(e)    sebagai bukti historis
(f)    sebagai pedoman kerja.

c)      Macam-macam Surat
Dalam kehidupan sehari-hari terdapat bermacam-macam surat yang beredar baik antar organisasi, antar instansi maupun antar perusahaan. Dalam hal-hal tertentu jelas ada perbedaan-perbedaan, baik asal surat, sifat surat, tujuan, cara pembuatan, cara pengiriman dan lain sebagainya. 
Jenis-jenis surat dapat ditinjau dari beberapa segi sebagai mana diuraikan berikut ini:
1)      Berdasarkan Sifat Surat
Berdasarkan sifatnya surat dapat digolongkan menjadi 3 jenis:
(a)    Surat Pribadi
Surat pribadi adalah surat-surat yang bersifat kekeluargaan, surat-surat yang berisi masalah keluarga, baik tentang kesehatan, keuangan, dan sebagainya,
(b)   Surat Dinas/Resmi
Surat dinas/resmi merupakan alat komunikasi tertulis untuk menyampaikan berita/informasi yang berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kedinasan/kegiatan dinas sebuah instansi pemerintah.
(c)    Surat Niaga
Surat niaga adalah surat-surat yang berisi soal-soal perdagangan yang dibuat oleh perusahaan yang dikirimkan kepada para pelanggan.

2)      Berdasarkan Wujud Surat
(a)    Kartu Pos
Kartu pos adalah blangko yang dikeluarkan oleh PT Pos Indonesia atau instansi lain yang telah diberi izin oleh PT Pos Indonesia untuk mencetaknya asal sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan PT Pos Indonesia. Kartu pos biasanya dibuat dengan menggunakan kertas karton yang berukuran 15 cm x 10 cm. Kartu pos mempunyai dua bagian yaitu:
(1)   Bagian depan atau muka untuk menulis nama atau alamat pengirim serta penerima.
(2)   Bagian belakang untuk menulis berita-berita yang disampaikan.
(b)   Warkat Pos
Adalah sehelai kertas yang telah dicetak dengan memakai lambing dan petunjuk penulisan berita, yang dikeluarkan oleh PT Pos Indonesia atau instansi yang telah diberi izin. Warkat pos dapat dilipat-lipat sehingga lipatan luar dapat dipakai menulis nama dan alamat pengirim serta penerima. Bagian lipatan dalam untuk menulis berita-berita yang akan disampaikan. Surat dengan memakai warkat pos bertujuan untuk surat yang bersifat keluarga, yang isinya berita yang panjang-panjang, yang bersifat rahasia keluarga, bukan keperluan dinas atau bersifat resmi.
(c)     Surat Bersampul
Surat Bersampul adalah surat-surat yang isinya atau beritanya ditulis pada kertas lain, kemudian kertas surat tersebut dimasukkan ke dalam sampul atau amplop.
(d)   Surat Kilat
Surat Kilat adalah surat yang pemberangkatan dan pengantarannya diutamakan dari surat biasa, diusahakan bahwa surat itu harus sampai dalam   1 x 24 jam. Cara pengiriman dapat dilakukan dengan hanya memberi perangko yang telah ditentukan oleh Peru Pos dan Giro yang lebih mahal dari perangko surat biasa.
(e)    Surat Terbuka
Surat Terbuka adalah surat-surat yang isinya dapat dibaca oleh umum. Misalnya surat dari pembaca untuk sebuah instansi melalui redaksi surat kabar, majalah, tabloid dan sebagainya.
(f)    Surat Tertutup
Surat Tertutup adalah surat-surat yang dikirimkan kepada alamat tertentu dan isinya tidak boleh diketahui orang lain.
(g)   Memorandum dan Data Nota Memorandum
Memorandum dan Data Nota Memorandum adalah satu alat komunikasi berupa surat-surat dilingkungan dinas yang penyampaiannya tidak resmi dan digunakan secara intern (didalam lingkungan sendiri).
(h)   Telegram
Telegram adalah suatu alat komunikasi dengan cara menyampaikan berita-berita melalui radio atau alat telegrap mengenai sesuatu hal yang perlu mendapat penyelesaian dengan cepat.

3)      Berdasarkan Keamanan Isinya
(a)    Surat Sangat Rahasia
Surat Sangat Rahasia adalah surat-surat yang biasanya digunakan untuk surat-surat yang berhubungandengan keamanan negara atau surat-surat yang berupa dokumen negara, sehingga bila surat ini jatuh ketangan yang tidak berhak maka akan membahayakan masyarakatatau bangsa dan negara.
(b)   Surat Rahasia
Surat Rahasia adalah surat-surat yang isinya harus dirahasiakan atau tidak boleh dibaca oleh orang lain, karena kalau jatuh ketangan orang yang tidak berhak akan merugikan perusahaan atau instansi tersebut.
(c)    Surat Konfidensial 
Surat Konfidensial adalah surat-surat yang termasuk surat rahasia karena isinya tidak boleh diketahui oleh orang lain, cukup diketahui oleh pejabat yang bersangkutan karena kalau jatuh kepada orang yang tidak berhak akan mencemarkan nama baik orang tersebut.


4)      Surat Berdasarkan Proses Penyelesaiannya
(a)    Surat Sangat Segera atau Surat Kilat
Surat Sangat Segera atau Surat Kilat adalah surat yang harus ditangani secepat mungkin pada kesempatan yang pertama, karena surat ini harus segera dikirimkan secepatnya sebab penerima harus cepat menanggapi dan menyelesaikannya.
(b)   Surat Segera
Surat Segera adalah surat yang secepatnya diselesaikan tetapi tidak perlu pada kesempatan yang pertama dan segera dikirimkan supaya mendapat tanggapan dan penyelesaiannya dari pihak penerima.
(c)    Surat Biasa
Surat Biasa adalah surat yang tidak perlu tergesa-gesa untuk penyelesaian karena tidak perlu mendapat tanggapan yang secepatnya dari penerima.

5)      Berdasarkan Jumlah Penerima Surat
(a)    Surat perorangan, yaitu surat yang dikirim kepada seseorang atau satu organisasi tertentu.
(b)   Surat edaran, yaitu surat yang dikirim kepada beberapa pejabat atau beberapa orang tertentu.
(c)    Surat pengumuman, yaitu surat yang ditujukan kepada sejumlah orang atau pejabat sekaligus.

6)      Berdasarkan Tujuan Penulisan
Berdasarkan Tujuan penulisannya, surat dapat berupa:
(a)    Surat pemberitahuan.
(b)   Surat perintah,
(c)    surat permohonan,
(d)   surat peringatan,
(e)    surat panggilan,
(f)    surat pengantar,
(g)   surat keputusan,
(h)   surat laporan,
(i)     surat perjanjian,
(j)     surat penawaran, dan sebagainya.

7)      Berdasarkan Ruang Lingkup Sasarannya
Berdasarkan Ruang Lingkup Sasarannya, surat terbagi atas surat intern dan surat ekstern.


d)     Bahasa Surat
Agar dapat dimengerti maksud dan tujuan surat secara jelas, harus disusun dengan mengggunakan bahasa yang relatif singkat. Sebelum menulis surat hendaknya dipertimbangkan sebaik mungkin, baik penyusunan kalimat, arti maupun ketepatan penggunaan kata-kata. Hindari pemakaian kata-kata yang kurang tepat serta jangan menyinggung perasaan orang yang dikirimi surat. Bahasa yang digunakan harus benar atau baku sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, baik tentang ejaan, pemilihan kata, bentuk kata, maupun kalimat.



e)      Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
Hal-hal yang perlu diperhatiakan dalam menggunakan bahasa surat adalah sebagai beriku:
(a)    Hindari kalimat yang penjang dan berbelit-belit.
(b)   Gunakan kata-kata dan istilah yang sudah lazim dipakai.
(c)    Tempatkan tanda baca dengan tepat.
(d)   Gunakan ejaan yang benar.
(e)    Gunakan singkatan yang umum dipakai.

f)       Syarat Surat
Salah satu syarat agar surat dikatakan baik, jelas dan sopan, hal itu akan dapat dicapai apabila kita menggunakan bahasa praktis. Bahasa praktis, maksudnya adalah :
1)      Menggunakan kata yang minim, dapat dimengerti asrtinya oleh penulis surat.
2)      Penulis mampu menggunakan kata tersebut.
3)      Kata yang dipergunakan sederhana, umum, bukan kata daerah, asing, sopan dan lain-lain.

Dalam surat-surat resmi bahasa sopan itu dapat dicapai dengan beberapa cara sebagai berikut:
Kalimat bervariasi
1)      Menggunakan kata-kata yang sopan atau halus.
2)      Menggunakan kata sapaan atau kata ganti.
3)      Menggunakan kata-kata resmi (bukan kata sehari-hari)
Menarik.













C.     Sejarah Sastra Indonesia

          Sejarah sastra adalah salah satu bagian dari kajian ilmu sastra. Kata sejarah berasal dari bahasa Arab, sajarun yang berarti pohon. Pohon menggambarkan adanya akar, cabang, dan ranting yang memperlihatkan adanya proses susunan peristiwa secara kronologis.Sejarah itu sendiri mempunyai arti yang sama, yaitu rekaman perjalanan kehidupan manusia dari masa lampau sampai masa-masa berikutnya.
Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa sansekerta sastra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusteraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Selain itu dalam arti kesusteraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Disini banyak sastra tidak hanya berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya kesusteraan dibagi menurut daerah geografus atau bahasa.
Suatu hasil karya, baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra bila didalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik dan indah, dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum di hati pembaca.
Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan yang mendalam di hati para pembacanya sebagai perwujudan nilai-nilai karya seni. Apabila isi tulisan cukup baik tetapi cara pengungkapan bahasanya buruk, karya tersebut tidak dapat disebut sebagai cipta sastra, begitu juga sebaliknya.
Karya sastra adalah salah satu bagian dari asset budaya suatu bangsa. Bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang tidak hanya memiliki hasil karya sastra bangsanya, tetapi juga menghargai dan memberikan apresiasinya terhadap karya sastra sebagai hasil karya bangsanya itu.Sejarah sastra Indonesia adalah bagian dari kajian ilmu sastra yang mempelajari kesusastraan Indonesia mulai munculnya kesusastraan Indonesia sampai masa-masa selanjutnya, dengan segala persoalan yang melingkupinya.
Sebagai contoh :
 Di akhir abad ke-20, terbit novel Saman karya Ayu Utami yang ‘menghebohkan’ dunia sastra Indonesia. Tahun 70-an terbit novel-novel Trilogi Iwan Simantupang, Merahnya Merah (1968), Ziarah (1969) dan Kering (1970) yang dianggap novel absurd, sarat filsafah, yang sulit dipahami, karena berbeda dengan pola-pola cerita pada novel-novel tahun-tahun sebelumnya. Jauh sebelumnya, pada tahun 40-an terbit novel Belenggu yang dianggap mengusik keindahan sastra dengan ‘menelanjangi’ kehidupan kaum elit yang diwakili oleh keluarga dokter Sukartono. Pada tahun 20-an, lahir novel Sitti Nurbaya yang sangat laris pada masa itu sehingga melampaui kelarisan novel-novel yang lahir sebelumnya seperti Azab dan Sengsara.

1.      Pengertian dan Pembagian Sastra
Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa sansekerta sastra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusteraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Selain itu dalam arti kesusteraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Disini banyak sastra tidak hanya berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya kesusteraan dibagi menurut daerah geografus atau bahasa. Suatu hasil karya, baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra bila didalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik dan indah, dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum di hati pembaca. Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan yang mendalam di hati para pembacanya sebagai perwujudan nilai-nilai karya seni. Apabila isi tulisan cukup baik tetapi cara pengungkapan bahasanya buruk, karya tersebut tidak dapat disebut sebagai cipta sastra, begitu juga sebaliknya.

2.      Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masyarakat, sastra mempunyai beberapa fungsi:
a)      Fungsi rekreasi, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya.
b)      Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
c)      Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuankepada pembaca/peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena sastra yang baik selalu memiliki nilai moral yang tinggi.
d)     Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca/penikmatnya karena sifat keindahannya.
e)      Fungsi religious, yaitu sastra pun menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat/pembaca sastra

3.      Ragam Sastra

a)      Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri atas 4 bentuk, yaitu:
1)      Prosa, bentuk sastra yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan panjang tidak terikat oleh aturan-aturan seperti dalam puisi.
2)      Puisi, bentuk sastra yang diuraikan dengan menggunakan bahasa yang singkat dan padat serta indah. Untuk puisi lama, selalu terikat oleh kaidah atau aturan tertentu, yaitu:
- Jumlah baris tiap-tiap baitnya,
- Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap kalimat atau barisnya,
- Irama,
- Persamaan bunyi.
3)      Prosa liris, bentuk sastra yang disajikan seperti bentuk puisi namun    menggunakan bahasa yang bebas terurai seperti prosa.
4)      Drama, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang bebas dan panjang, serta disajikan menggunakan dialog atau monolog. Drama ada dua pengertian, yaitu drama dalam bentuk naskah dan drama yang dipentaskan.

b)      Dilihat dari isinya, sastra terdiri atas 4 macam, yaitu:
1)      Epic, yaitu karangan yang melukiskan sesuatu secara obyektif tanpa mengikutkan pikiran dan perasaan pribadi pengarang.
2)      Lirik, yaitu karangan yang berisi curahan perasaan pengarang secara subyektif.
3)      Didaktif, yaitu karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca tentang masalah moral, tatakrama, masalah agama, dll.
4)      Dramatik, yaitu karya sastra yang isinya melukiskan sesuatu kejadian (baik atau buruk) dengan pelukisan yang berlebih-lebihan

c)      Unsur Intrinstik dan Ekstrinstik
Karya sastra disusun oleh dua unsur yaitu:
1)      Unsur Intrinstik
Unsur Intrinstik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti: tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, dan pusat pengisahan.  
(a)  Tema dan Amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol. Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Maka muatan ialah makna yang termuat dalam karya sastra tersebut.
(b)  Tokoh dan penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character). Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaab dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh yang ditentukan oleh ketidak sadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Anatgonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.
Dialog             :Cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh.
Dualog                        :Cakapan antara dua tokoh saja.
Monolog          :Cakapan batin terhadap kejadian lampau yang sedang
             terjadi.
Solilokui          :Bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi
(c) Alur dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian:
(1) Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
(2) Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
(3) Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
(4) Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokohnya.
(5) Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan   perkembangan alur mulai terungkap.
(6) Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan
Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longgar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alaur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campuran keduanya.
(d) Latar dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan social. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tata krama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.
(e) Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah pribadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebgai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.

2)      Unsur Ekstrinstik
Unsur Ekstrinstik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, sikologi,dan lain-lain. Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah factor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra,serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsure yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.




4.      Pembagian Sastra
a)      Menurut zaman pembuatan karya, karya sastra Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1)      Karya Sastra Lama Indonesia  
Karya sastra lama Indonesia adalah karya sastra yang lahir dalam masyarakat lama, yaitu suatu masyarakat yang masih memegang adat istiadat yang berlaku di daerahnya. Karya sastra lama biasanya bersifat moral, pendidikan, nasihat, adat istiadat, serta ajaran-ajaran agama. Sastra lama Indonesia memiliki ciri-ciri:
1) Terikat oleh kebiasaan dan adat masyarakat.
2) Bersifat istana sentries.
3) Bentuknya baku.
4) Biasanya nama pengarangnya tidak disertakan (anonym)
Bentuk sastra lama Indonesia adalah Pantu, Gurindam, Syair, Hikayat, Dongeng, dan Tambo.
2)      Karya Sastra Baru Indonesia
Karya sastra baru Indonesia sangat berbeda dengan sastra lama. Karya sastra ini sudah tidak dipengaruhi adat kebiasaan masyarakat sekitarnya. Malahan karya sastra baru Indonesia cenderung dipengaruhi oleh sastra dari Barat atau Eropa. Ciri-ciri sastra baru Indonesia adalah:
1) Ceritanya berkisar kehidupan masyarakat.
2) Bersifat dinamis (mengikuti perkembangan zaman).
3) Mencerminkan kepribadian pengarangnya.
4) Selalu diberi nama sang pembuat karya sastra.
Bentuk sastra Indonesia antara lain adalah Roman, Novel, Cerpen, dan Puisi Modern.
Jadi, yang termasuk ke dalam kategori sastra adalah:
o   Pantun
o   Puisi
o   Sajak
o   Pribahasa
o   Kata mutiara
o   Majas
o   Novel
o   Cerita/cerpen (tertulis/lisan)
o   Syair
o   Sandiwara/drama
o   Lukisan/kaligrafi


b)      Menurut Khazanah Kesusastraan Indonesia
Dalam khazanah kesusastraan Indonesia terdapat dua penggolongan besar sastraa, yaitu: sastra lisan dan sastra tulisan.
Baik sastra lisan maupun sastra tulisan mempunyai peranan penting dalam sejarah perkembangan kesusastraan indonesia.

1)      Sastra Lisan
Dalam khazanah kesusastraan Melayu kuno, tradisi sastra lisan baik syair maupun prosa merupakan kekhasan corak tersendiri yang memiliki relasi lajur sejarah yang cukup panjang. Satu pengaruh tradisi cina yang masuk melalui jalur perdagangan kemudian pengaruh India atau Hindu-Budha yang saat itu merupakan agama yang dianut sebagian besar kerajaan-kerajaan di Indinesia. Ditambah dengan sumbangan kebudayaan Arab-Islam yang dibawa oleh para musafir. Ketiga tradisi yang berbeda-beda tersebut tentunya sangat mewarnai sejarah perkembangan sastra di Indomesia khususnya sastra lisan.
Dalam perjalanannya sastra lisan menemukan tempat dan bentuknya masing-masing di tiap-tiap daerah pada ruang etnik dan suku yang mengusung flok budaya dan adat yang berbeda-beda. Heddy Shri Ahimsya-Putra (1966) mengatakan bahwa sebagai suatu bentuk ekspresi budaya masyarakat pemiliknya, sastra lisan tidak hanya mengandung unsur keindahan (estetik) tetapi juga mengandung berbagai informasi nilai-nilai kebudayaan tradisi yang bersangkutan. Oleh karena itu, sebagai salah satu data budaya sastra lisan dapat dianggap sebagai pintu untuk memahami salah satu atau mungkin keseluruhan unsur kebudayaan yang bersangkutan.
Sastra lisan telah bertahan cukup lama dalam mengiringi sejarah bangsa Indonesia dan menjadi semacam ekspresi estetik tiap-tiap daerah dan suku yang tersebar di seluruh nusantara. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, dalam khazanah kesusastraan modern Indonesia baik dalam ekspresi proses verbal kesastrawanan maupun dalam kajian, sastra tulisan lebih mendimonasi. Hal ini mulai berkembang ketika muncul anggapan bahwa sastra tulis mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding sastra lisan dalam konteks pembangunan kepribadian bangsa yang lebih maju. Ditambah lagi oleh arus modernisasi yang masuk dan membawa corak kebudayaan baru, maka posisi sastra lisan dalam masyarakat mulai pudar bahkan hampir dilupakan.

2)      Sastra Tulisan
Sastra tulisan (written literature )yaitu sastra yang menggunakan media tulisan atau literal. Menurut Sulastin Sutrisno (1985) awal sejarah sastra tulis melayu bisa dirunut sejak abad ke-7 M. Berdasarkan penemuan prasasti bertuliskan huruf Pallawa peninggalan kerajaan Sriwijawa di Kedukan Bukit (683) Talang Tuo (684) Kota Kapur (686) dan Karang Berahi (686). Walaupun tulisan pada prasasti-prasati tersebut masih pendek-pendek, tetapi prasasti-prasasti yang merupakan benda peninggalan sejarah itu dapat disebut sebagai cikal bakal lahirnya tradisi menulis atau sebuah bahasa yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Sastra tulis dianggap sebagai ciri sastra modern karena bahasa tulisan dianggap sebagai refleksi peradaban masyarakat yang lebih maju. Menurut Ayu Sutarto (2004) dan Daniel Dakhidae (1996) tradisi sastra lisan menjadi penghambat bagi kemajuan bangsa. Maka, tradisi lisan harus diubah menjadi tradisi menulis. Karena budaya tulis-menulis selalu identik dengan kemajuan peradaban keilmuan. Pendapat ini mungkin tidak keliru. Tapi, bukan berarti kita dengan begitu saja mengabaikan atau bahkan meninggalkan tradisi sastra lisan yang sudah mengakar dan menjadi identitas kultural masing-masing suku dan daerah di seluruh kepulauan Indonesia.

Pada akhirnya, proses pergeseran dari tradisi sastra lisan menuju sastra tulisan tidak dapat dihindari. Karena sadar atau tidak, bagaimanapun proses pertumbuhan sastra akan mengarah dan berusaha menemukan bentuk yang kebih maju dan lebih sempurna sebagaimana terjadi pada bidang yang lainnya. Karena proses perubahan seperti ini merupakan sebuah keniscayaan terutama dalam struktur masyarakat yang dinamis.
Belum ditemukan data yang pasti, yang menunjukan kapan tepatnya tradisi sastra tulis dimulai. Sastra tulis yang tercarat dalam sejarah kesusastraan Indonesia mungkin bisa dikatakan dimulai sejak sebelum abad ke-20, yaitu pada periode Pujangga Lama. Dan, kemudian mulai menunjukan wujudnya yang lebih nyata pada periode Balai Pustaka yang bisa disebut sebagai tonggak perkembangan sejarah kesusastraan modern Indonesia. Dimana dengan lahirnya penerbit pertama di Indonesia ini, bidang kesusastraan mulai dikembangkan secara lebih terorganisir. Dan, pada periode berikutnya, terus berkembang secara lebih luas.

3)      Kedudukan Sastra Lisan dan Sastra Tulisan
Sejatinya baik sastra lisan maupun tulisan masing-masing mempunyai kedudukan yang sama-sama penting dalam perkembangan sastra di Indonesia. Walaupun pada kenyataannya sastra lisan sering kali dianggap sudah tidak relevan lagi dengan perkembanfan zaman. Tapi, seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa sastra lisan mempunyai akar yang berkaitan erat dengan sejarah bangsa Indonedia baik aspek sosio-kultural, moral, religi hingga aspek politik.
Jadi, pada dasarnya dua bentuk sastra ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain sebagaimana dalam konsepsi A.Theeuw (1983) bahwa dari segi sejarah maupun tipologi adalah tidak baik jika dilakukan pemisahan antara sastra lisan dan sastra tulis. Keduanya harus dipandang sebagai kesatuan dan keseluruhan sehingga tidak boleh lebih mengutamakan satu dari pada yang lain. Sebaliknya, dua jenis karya sastra ini seyogianya saling mendukung dan melengkapi untuk lebih memperkaya khazanah kesusastraan bangsa. Karena pada hakikatnya sastra lisan merupakan sumber utama bagi penciptaan sastra tulisan sebagaimana sastra lama merupakan penunjang lahirnya sastra modern.


5.      Pembahasan Contoh sastra
Adapun sastra Indonesia yang akan saya bahas dalam makalah ini adalah:   
a)      Mantra
Mantra adalah kata atau ucapan yang mengandung hikmah dan kekuatan gaib. Kekuatan mantra dianggap dapat menyembuhkan atau mendatangkan celaka. Keberadaan mantra dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat kepercayaan.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu

b)      Peribahasa
Peribahasa merupakan kalimat yang mengiaskan maksud tertentu. Bentuk peribahasa antara lain :
1)      Pepatah                 :peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran dari orangtua.
2)      Perumpamaan        :kalimat yang mengungkapkan perbandingan atau pengibaratan sesuatu dengan sesuatu yang sekiramya bisa dikiaskan.
3)      Ungkapan              : adalah kiasan untuk memperhalus maksud kalimat.
4)      Tamsil                    : pengibaratan tentang suatu hal.
5)      Pameo                   : merupakan kata ejekan atau kata-kata yang berisi sindiran.



c)      Pantun
Pantun merupakan puisi lama yang terdiri atas empat baris, pantun juga bisa merupakan peribahasa sindiran. Menurut bentuknya, pantundibedakan menjadi:
1)      Pantun biasa
(a)    Seloka: merupakan pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja, sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
(b)   Pantun orangtua: biasanya berisi tentang nasihat, agama, dan adat
(c)    Pantun jenaka: pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengarnya, ataupun terkadang sebagai cara untuk saling menyindir dalam suasana penuh keakraban, supaya tidak mudah tersinggung.

d)     Syair
Syair merupaka puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat baris yang selalu berakhiran dengan bunyi yang sama. Contoh syair misalnya: 
Syair Singapura Dimakan Api (sejarah), Syair Perahu (berisi ajaran agama), Syair Bidadari (rekaan), Syair Ken Tambuhan (rekaan), dan lain-lain.


e)      Gurindam
Gurindam adalah jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri:
(1) setiap bait terdiri atas dua larik;
(2) setiap bait berima akhir /a/-/a/;
(3) larik pertama merupakan sebab atau syarat, sedangkan larik kedua merupakan akibat atau simpulan;
(4) kedua larik merupakan kesatuan yang utuh, dan isinya biasanya berupa nasihat tentang keagamaan, budi pekerti, pendidikan, moral, dan tingkah laku.

f)       Talibun
Talibun adalah jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri:
(a) setiap baitnya terdiri atas 6, 8, 10 larik lebih, bahkan sampai ada talibun yang satu baitnya terdiri atas 20 larik;
(b) mempunyai sampiran dan isi;       
(c) rumus rimanya abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya; (d) terdiri dari dua bagian, bagian sampiran dan bagian isinya. Jadi, talibun yang terdiri dari 6 larik misalnya, tiga larik pertama merupakan sampiran, sedangkan 3 larik berikutnya merupakan isinya.Isinya bervariasi.Ada yang mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat, keajaiban sesuatu benda/peristiwa, kehebatan/kecantikan seseorang, dan kelakuan serta sikap manusia.

BAB III
Penutupan


A.    Kesimpulan
Bahasa indonesia ini tumbuh berdasarkan bahas Melayu. Proses bahasa Melayu manjadi bahas Indonesia itu melalui beberapa proses dan usaha. Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa Indonesia semakin berkembang dan melahirkan ragam bahasa sesuai dengan fungsi, pemakaian, sifat, dan kebutuhan kita dalam berbahasa baik lisan maupun tulisan. Begitupun dengan sastra bahasa Indonesia yang selalu berkembang, seiring dengan perkembangan zaman.

B.     Saran
Alhamdulillah akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini, segala koreksi dan saran demi kesempurnaan makalah ini penyusun harapkan sebagai bentuk kepedulian bagi yang ingin menambah khazanah, kekeliruan dan sebagai bahan untuk memperbaiki apa yang telah disusunnya. Sehingga mudah-mudahan untuk waktu kedepannya, penyusun bisa lebih baik.





Daftar Pustaka


ü  Arifin,e zainal. 2004, Dasar-Dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: PT Grasindo.
ü  Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
ü  Foster, Bob.Dr.Ir.M.M.2006. Buku Pelajaran XII IPA Ganesha Opratio. Bandung:Ganesha Opration. Kusnandi. H.E. 2009. Belajar Efektif Bahasa Indonesia. Jakarta:Eureka.
ü  Harsana.F . X.1983. Perkembangan Bahasa Indonesia. Solo: Tiga serangkai.
ü  Kusnandi. H.E. 2009. Belajar Efektif Bahasa Indonesia. Jakarta:Eureka.
ü  Lima, Tim.2005.Kaidah Dan Latihan Bahasa Indonesia.Bandung:Pusat Pembinaan Bahasa. Sudjana, Nana. 1991.Ttuntunan Penyusunan Bahasa Indonesia. Bandung : Sinar Baru.
ü   Sudjana, Nana. 1991.Ttuntunan Penyusunan Bahasa Indonesia. Bandung : Sinar Baru.
ü  Sugono, Dendy. 1994. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
ü  Sukasworo, Ign.2007. Mutiara Gramatika Bahasa dan Sastra Indonesia. Pringsewu: Piranti.
ü  Tarigan, h.g,mukayat. 1986, Telah teks bahasa indonesia. Bandung: Angkasa.
ü  The Liang gie. 1968. Pengantar Dunia Bahasa Indonesia: Malang: Gramedia.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar