postingan selanjutnya mengenai Bahasa dan Sastra Indonesia, materi ini saya ambil dari tugas akhir Bahasa Indonesia semester 1.. semoga bermanfaat
BAB I
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia yang terdiri atas
berbagai suku bangsa dengan berbagai ragam bahasa daerah yang dimilikinya
memerlukan adanya satu bahasa persatuan guna menggalang semangat kebangsaan.
Semangat kebangsaan ini sangat penting dalam perjuangan mengusir penjajah dari
bumi Indonesia. Kesadaran politis semacam inilah yang memunculkan ide
pentingnya bahasa yang satu, bahasa persatuan, bahasa yang dapat menjembatani
keinginan pemuda-pemudi dari berbagai suku bangsa dan budaya di Indonesia saat
itu.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia
yang sudah dipakai oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh sebelum Belanda
menjajah Indonesia, namun tidak semua orang menggunakan tata cara atau
aturan-aturan yang benar, salah satunya pada penggunaan bahasa Indonesia itu
sendiri yang tidak sesuai dengan Ejaan maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh
karena itu pengetahuan tentang ragam bahasa cukup penting untuk mempelajari
bahasa Indonesia secara menyeluruh yang akhirnya bisa diterapkan dan dapat
digunakan dengan baik dan benar sehingga identitas kita sebagai bangsa
Indonesia tidak akan hilang.
DI dalam sejarah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang cukup menarik. Bahasa Indonesia yang tadinya hanya merupakan bahasa melayu dengan penduduk yang yang kecil telah berkembang menjadi bahasa Indonesia yang cukup pesat.
DI dalam sejarah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang cukup menarik. Bahasa Indonesia yang tadinya hanya merupakan bahasa melayu dengan penduduk yang yang kecil telah berkembang menjadi bahasa Indonesia yang cukup pesat.
Perkembangan ini akan terus berlanjut, disebabkan oleh
tingkat kemajuan masyarakat. Dengan demikian, sastra Indonesia modern pada
hakekatnya adalah sasatra yang berada pada jalur yang mengglobal itu.
Untuk lebih jelasnya saya akan membahas tentang Bahasa dan
Sastra Indonesia pada bab selanjutnya.
BAB II
Pembahasan
A.
Sejarah Bahasa Indonesia
Pemuda-pemudi
Indonesia pada masa pergerakan berhasil menyelenggarakan Kongres Pemuda
Indonesia. Dalam kongres tersebut tercetuslah ikrar bersama yang lebih dikenal
dengan Sumpah Pemuda. Ikrar Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada tanggal 28 Oktober
1928 itu salah satu butirnya adalah menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Adapun bunyi ikrar lengkap pemuda Indonesia yang dikenal dengan
sebutan Sumpah Pemuda itu adalah sebagai berikut:
Teks
sumpah pemuda;
1)
Kami
putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
2)
Kami
putra-putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3)
Kami
putra-putri Indonesia menjungjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Secara
historis bahasa Indonesia berakar pada bahasa Melayu Riau sebab bahasa yang
dipilih sebagai bahasa nasional itu adalah bahasa Melayu, yang sudah menjadi
lingua franca di pelabuhan-pelabuhan perniagaan yang tersebar di wilayah
Nusantara, yang kemudian diberi nama bahasa Indonesia.
1.
Sebab-sebab
Bahasa Melayu Dijadikan Dasar Bahasa Indonesia
Bahasa Melayu dijadikan dasar bahasa Indonesia, sebab:
a)
Bahasa
Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua franca (bahasa
perantara atau bahasa pergaulan di bidang perdagangan) di seluruh wilayah Nusantara.
b)
Bahasa
Melayu mepunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari, mudah
dikembangkan pemakaiannya, dan mudah menerima pengaruh luar untuk meperkaya dan
menyempurnakan fungsinya.
c)
Bahasa
Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan
bahasa berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya, sehingga tidak
menimbulkan perasaan sentimen dan perpecahan.
d)
Adanya
semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain untuk menerima
bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
e)
Adanya
semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang mulia.
2.
Perkembangan
Bahasa Indonesia Sebelum Masa Kolonial
Meskipun
bukti-bukti autentik tidak ditemukan, bahasa yang digunakan pada masa kejayaan
kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah bahasa Melayu. Sementara itu,
bukti-bukti yang tertulis mengenai pemakaian bahasa Melayu dapat ditemukan pada
tahun 680 Masehi, yakni digunakannya bahasa Melayu untuk penulisan batu prasasti,
di antaranya sebagai berikut:
a)
Prasasti
yang ditemukan di Kedukan Bukit berangka tahun 683 Masehi.
b)
Prasasti
yang ditemukan di Talang Tuwo (dekat Palembang) berangka tahun 686
Masehi.
c)
Prasasti
yang ditemukan di Kota Kapur (Bangka Barat) berangka tahun 686 Masehi.
d)
Prasasti
yang ditemukan di Karang Brahi (antara Jambi dan Sungai Musi) berangka tahun
686 Masehi.
e)
Prasasti
dengan nama Inskripsi Gandasuli yang ditemukan di daerah Kedu dan berasal dari
tahun 832 Masehi.
f)
Pada
tahun 1356 ditemukan lagi sebuah prasasti yang bahasanya berbentuk prosa
diselingi puisi.
g)
Pada
tahun 1380 di Minye Tujoh, Aceh, ditemukan batu nisan yang berisi suatu model
syair tertua.
3.
Perkembangan
Bahasa Indonesia di Masa Kolonial
Pada
abad XVI, ketika orang-orang Eropa datang ke Nusantara mereka sudah mendapati
bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan dan bahasa perantara dalam kegiatan
perdagangan. Bukti lain yang dapat dipaparkan adalah naskah/daftar kata yang
disusun oleh Pigafetta pada tahun 1522. Di samping itu, pengakuan orang
Belanda, Danckaerts, pada tahun 1631 yang mendirikan sekolah di Nusantara
terbentur dengan bahasa pengantar. Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda
mengeluarkan surat keputusan: K.B.1871 No.104 yang menyatakan bahwa pengajaran
di sekolah-sekolah bumiputera diberi dalam bahasa Daerah, kalau tidak dipakai bahasa
Melayu.
4.
Perkembangan
Bahasa Indonesia di Masa Pergerakan
Setelah
Sumpah Pemuda, perkembangan Bahasa Indonesia tidak berjalan dengan mulus.
Belanda sebagai penjajah melihat pengakuan pada bahasa Indonesia itu sebagai
kerikil tajam. Oleh karena itu, dimunculkanlah seorang ahli pendidik Belanda
bernama Dr.G.J.Niewenhuis dengan politik bahasa kolonialnya. Isi politik bahasa
kolonial Niewenhuis itu lebih kurang sebagai berikut:
Pengaruh politik bahasa yang dicetuskan Niewenhuis itu tentu saja
menghambat perkembangan bahasa Indonesia. Banyak pemuda pelajar berlomba-lomba
mempelajari bahasa Belanda, bahkan ada yang meminta pengesahan agar diakui
sebagai orang Belanda (seperti yang dilukiskan Abdul Muis dalam roman Salah
Asuhan pada tokoh Hanafi). Sebaliknya, pada masa pendudukan Dai Nippon, bahasa
Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Tentara pendudukan Jepang sangat
membenci semua yang berbau Belanda; sementara itu orang-orang bumiputera belum
bisa berbahasa Jepang. Oleh karena itu, digunakanlah bahasa Indonesia untuk
memperlancar tugas-tugas administrasi dan membantu tentara Dai Nippon melawan
tentara Belanda dan sekutu-sekutunya.
5.
Kedudukan
Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai bahasa
nasional, dan sebagai bahasa resmi/Negara. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional diperoleh sejak awal kelahirannya, yaitu tanggal 28 Oktober
1928 dalam Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional sekaligus merupakan bahasa persatuan
6.
Fungsi Bahasa
Bahasa
Indonesia terus berkembang mengarah kepada penyesuaian diri terhada fungsinya
menjadi bahasa pergaulan. Bahasa ilmu pengetahuan, dan bahasa kesusastraan.
Sesuai
dengan tujuan Sumpah Pemuda dan UUD 1945, Bab XV, Pasal 36, Bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai Bahasa Nasiolnal dan Bahasa Negara.
a)
Sebagai Bahasa Nasional
Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1)
Alat Kebanggaan Nasional
Kita bangga
terhadap bahasa Indonesia sebab begitu kita merdeka, kita telah memiliki bahasa
nasional, yaitu bahasa Indonesia.
2)
Alat Identitas Bangsa
Bahasa
Indonesia menunjukan adanya bahasa Indonesia. Sebab Indonesia adalah
nama tanah air, nama bangsa, dan nama bahasa kita. Demikian menurut Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 oktober 1928.
3)
Alat Pemersatu
Salah satu
tujuan Sumpah Pemuda adalah membentuk bahasa persatuan. dengan satu bahasa kita
merasa mempunyai ikatan jiwa meskipun bangsa Indonesia terdiri atas
beratus-ratus suku bangsa.
4)
Alat Perhubungan antara daerah/budaya
Jika salah satu
suku bangsa dari suatu daerah ingin berkomunikasi dengan suku bangsa di daerah
lain maka bahasa Indonesialah yang dipakai. Sebab belum tentu suatu bangsa
menguasai bahasa suku bangsa lain.
b)
Sebagai Bahasa Negara
Sebagai bahasa Negara bahasa Indonesia berfungsi:
a)
Sebagai Bahasa Resmi
Bahasa
Indonesia dipakai dalam segala kegiatan kenegaraan. Dokumen-dokumen,
keputusan-keputusan, surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah atau
lembaga-lembaga kenegaraan yang lain, misalnya DPR, MPR, DPA, dan sebagainya
ditulis dalam bahasa Indonesia.
b)
Sebagai Bahasa Pengantar Lembaga-lembaga Pendidikan
Dalam dunia
pendidikan bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar, di UNIVERSITAS,
SMA, SMP, SD, maupun TK bahasa Indonesia dipakai sebagai alat untuk
menyampaikan ilmu penetahuan, pendidikan, dan sebagainya kepada siswa.
c)
Sebagai Bahasa Perhubungan Tingkat Nasional
Bahasa
Indonesia dipakai pula dalam hal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pemerintahan. Dalam hal ini bahasa Indonesia dipakai sebagai alat komunokasi di
dalam masyarakat yang sama latar sosial budaya dan bahasanya.
d)
Sebagai Bahasa Pengembangan Kebudayaan Nasional, Ilmu Pengetahuan,
serta Teknologi Modern
Dalam masa
pembangunan ini terus disebarluasakan ilmu pengetahuan dan teknologi modern
yang menjadi kebudayaan nasional. Penyebarluasan ini melalui penulisan, penterjemahan
yang di sajikan dengan bahasa Indonesia.
B.
RAGAM BAHASA INDONESIA
Dengan
pembicaraan di atas jelas bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting. Pentingnya
peranan bahasa Indonesia itu bersumber kepada Sumpah Pemuda tahun 1928 dan
Undang-Undang Dasar tahun 1945. Selain itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa yang
sangat penting karena :
1)
Sejak dulu tersebar luas.
2)
Mampu berperan sebagai sarana ilmu pengetahuan, sarana susastraan
dan sarana ungkapan budaya.
3)
Jumlah penuturan aslinya makin lama makin bertambah, hal itu di
sebabkan oleh:
a)
Arus penduduk yang pindah ke kota besar.
b)
Perkawinan antar suku.
c)
Golongan warga negara keturunan asing banyak menggunakan bahasa
Indonesia.
d)
Orang tua masa kini banyak menjadikan anaknya penuturan asli bahasa
Indonesia.
4)
Selalu mengatasi bahasa daerah.
1.
Penggolongan Ragam Bahasa
Penggolongan
ragam bahasa bisa dilihat menurut sifat bahasanya, pemakaiannya, dan cara
penyampaiannya.
a.
Menurut Sifat Bahasanya
1)
Bahasa Resmi
Bahasa resmi ialah bahasa yang dipakai oleh badan-badan resmi atau
pejabat-pejabat pemerintah dalam melaksanakan tugasnya. Misalnya bahasa yang
dipakai dalam pidato-pidato kenegaraan, nota jawaban pemerintah terhadap
pertanyaan DPR, Tap-tap MPR, UUD, UU, Peratuaran Pemerintahan, Keputusa
Presiden, Lembaran-embaran Negara, Surat Keputusan, dan lain-lain.
Bahasa resmi itu harus mempunyai sifat yang baku, mengingat
fungsinya sebagai sarana komunikasi resmi, agar tidak mudah menimbulkan salah
paham pada pihak-pihak resmi yang berkomunikasi itu. Jadi, Bahasa resmi
haruslah bahasa baku.
a)
Bahasa Baku
(1)
Pengertian Bahasa Baku
Bahasa baku
merupakan ragam bahasa orang berpendidikan dan mempunyai kaidah-kaidah yang
lengkap. Ragam ini diajarkan di sekolah-sekolah dan dipakai oleh orang yang
berpendidikan, yang menjadi pemuka di berbagai bidang kehidupan yang penting.
Bahasa baku ini merupakan bahasa yang menjadi tolak banding.
(2)
Ciri-ciri Bahasa Baku
(a)
Mamiliki sifat kemantapan dinamis.
(b)
Memiliki sifat kecendekiaan.
(c)
Adanya penyemaan kaidah.
Menurut Stewart apa yang dimaksud dengan bahasa baku dalam
tipologi bahasanya hendaklah memiliki
ciri-ciri berikut:
(a)
Kaidah sebagai pedoman atau ukuran (standardization).
(b)
Kebebasan untuk berkembang (autonomy).
(c)
Suatu system linguistic yang terpercaya, yang sejarah
pertumbuhanannya dapat diketahui (historicity).
(d)
Daya yang bersistem, didukung oleh pemakainnya (vitality).
Dalam
pengertian bahasa baku tersirat pengertian bahwa bahasa baku memiliki kaidah
atau aturan yang tetap, atau memiliki sifat kemantapan yang dinamis. Tetapi
didalam kemantapan itu terkandung sifat terbuka untuk menerima perubahan yang
bersistem di bidang kosa kata dan terminology (peristilahan), dan untuk
perkembangan berbagai jenis ragam dan gaya di bidang kalimat serta makna.
(3)
Fungsi Bahasa Baku
Bahasa baku
mendududki empat fungsi, tiga diantaranya bersifat pelambang atau simbolik,
sedangkan yang satu lagi bersifat objektif:
(a)
Fungsi pemersatu
Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa
itu. Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa
dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh
masyarakat.
(b)
Fungsi pemberi kekhasan
Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku membedakan
bahasa itu terdiri dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku
memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan
(c)
Fungsi pembawa kewibawaan
Pemilihan bahasa baku membawa serta wibawa atau prestasi.
Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha orang mencapai kesederajatan
dengan peradaban lain yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa baku sendiri.
(d)
Fungsi sebagai kerangka acuan
Bahasa baku selanjutnya berfungsi sebagai kerangka acuan bagi
pemakaian bahasa, dengan adanya norma dan kaidah (yang dikodifikasi) yang
jelas. Norma dan kaidah itu menjadi tolak ukur bagi betul tidaknya pemakaian
bahasa orang, seorang atau golongan.
(4)
Pembakuan Bahasa
Pembakuan bahasa dapat dilakukan oleh badan pemerintahan atau
swasta. Di Indonesia pembakuan bahasa dilakukan dengan kerja sama, bersama
pihak-pihak yang perlu diajak yaitu para guru, para pengasuh media masa, para
pengembang ilmu, Pembina pendapat umum, dan sebagainya.
b)
Bahas Sekolah
(1)
Ciri_ciri Bahasa Sekolah:
(a)
Bersifat umum.
(b)
Tidak boleh terpengaruh oleh bahasa atau logat daerah.
(c)
Sama dimanapun juga.
(d)
Berupa bahasa baku atau bahasa standar.
(e)
Wujudnya pada hakekatnnya ialah bahasa yang dipakai dalam buku-buku
pelajaran.
(2)
Perbedaan Antara yang Berpendidikan formal dan yang Tidak, dalam
bahasa;
(a)
Dalam hal tata bunyi
Yang berpendidikan mengucapkan fakultas, sedangkan yang tidak/kurang
berpendidikan akan mengucapkan pakultas, dan sebagainya.
(b)
Dalam hal tata bahasanya
Bandingkan
a)
Saya akan menulis surat itu kepada paman.
b)
Saya mau tulis surat ke saya punya paman.
b.
Menurut Pemakaiannya
Menurut pemakainnya
bahasa terbagi lagi diantaranya:
1)
Idiolek
Dalam berbahasa
tampak bahwa seseorang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang
lain. Tutur kata setiap anggota masyarakat bahasa yang ditandai
perbedaan-perbedaan kecil semacam itu disebut idiolek.
Idiolek adalah
keseluruhan ciri-ciri dalam ujaran perseorangan.
2)
Dialek
Dalam suatu
masyarakat bahasa terdapat perbedaan yang umum antara suatu kelompok dengan
kelompok yang lain. Setiap kelompok idiolek itu menunjukan persamaan yang khas
dalam tata bunyi, kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan lain-lainnya. Yang
membedakan dari kumpulan idiolek yang lain. Dialek ialah kumpulan idiolek yang
ditandai ciri-ciri yang khas dalam tata bunyi, kata-kata, ungkapan-ungkapan,
dan lain-lain.
3)
Bahasa Daerah
Bahasa daerah
ialah bahasa yang dipakai oleh salah satu suku bangsa sebagai alat untuk mengadakan
komunitas antara anggota masyarakatnya. Bahasa daerah terdapat di dalam wilayah
Republik Indonesia, kecuali bahasa-bahasa di irian jaya dan Halmahera utara
disebut bahasa nusantara.
(a)
Fungsi bahasa daerah yaitu:
(1)
Memperkaya bahasa Indonesia, dalam hal kata-kata dan bentuk kata.
(2)
Dengan mengenal bahasa daerah, kita bisa mengenal corak dan dan
struktur masyarakat Indonesia.
(3)
Dengan mengenal aspek-aspek bahasa daerah, kita dapat mengenal
adanya kesamaan tema, gaya bahasa, dan ragam kesusastraan.
(b)
Kedudukan bahasa daerah yaitu:
(1)
Dasar persatuan dan kesatuan bangsa.
(2)
Rasa saling menghargai yang sedalam-dalamnya.
Bahasa daerah juga disebut bahasa ibu; sebab bahasa daerah
itu dipakai dalam keluarga-keluarga untuk berkomunikasi antara anggota
keluarga.
4)
Bahasa remaja
Bahasa remaja
ialah bahasa yang dipakai oleh kalangan remaja
(a)
Ciri-ciri bahasa remaja;
(1)
Gayanya santai.
(2)
Banyak istilah-istilah tertentu. Misalnya : assoi, beres, ada deh,
cewek, cowok, ciuuus, dan lain-lain.
(3)
Adanya kecenderungan meniru dialek Betawi dengan menghilangkan
awalan men- pada kata kerja bentuk man-. Misalnya; nonton, nabrak, ngopi,
ngapain, dan sebagainya.
(4)
Adanya kata-kata bahasa daerah yang dipakai. Misalnya; ngomel, numpang,
tumben. nongkrong, dan sebagainya.
c.
Menurut Penyampaiannya
Menurut penyampaiannya bahasa terbagi menjadi dua:
1)
Bahasa Cakapan
2)
Bahasa Tulisan
1)
Bahasa Cakapan
a)
Pengertian dan Ciri-Ciri Bahasa Cakapan
Bahasa cakapan ialah semua bentuk bahasa lisan, seperti percakapan,
tanya jawab, pidato, bercakap-cakap dan sebagainya. Adapun ciri-ciri bahasa
cakapan adalah:
(1)
Langsung
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara.
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara.
(2)
Tidak terikat ejaan
Bahasa Indonesia tidak terikat
ejaan, tetapi terikat situasi pembicaraan. Dalam berkomunikasi, seseorang
diharapakan dapat mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa
sehari-hari dengan orang yang diajak bicara.
(3)
Tidak efektif
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara.
(4)
Kalimatnya pendek-pendek
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
(5)
Kalimat sering terputus dan tidak
lengkap
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya.
(6)
Lagu kalimat situasional
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya.
(7)
Sahut-menyahut bergantian.
(8)
Kadang-kadang dipergunakan dialog yang tidak akan kita benarkan
dalam uraian biasa.
Bahasa
cakapan (lisan) dapat langsung dikaji dan dinilai oleh pendengar, sebab bahasa
lisan dibantu oleh unsur yang dapat dilihat, yaitu mimik, panto mimik,
dan sebagainya. Serta unsur yang dapat didengar, yaitu tinggi rendah, panjang
pendek, dan keras lembut suara. Hal tersebut dalam bahasa tertulis sukar sekali
dilambangkan dengan ejaan. Pungtuasi (tanda baca) yang kita miliki bersifat tidak
sempurna. Adapun bahasa cakapan yang akan saya bahas dalam makalah ini adalah:
1.
Bahasa Pidato.
2.
Bahasa Diskusi.
3.
Bahasa Wawancara.
(1)
Bahasa Pidato
a.
Pengertian Pidato
Berpidato
adalah berbicara di depan umum dengan maksud menyampaikan sesuatu gagasan
dengan tujuan tertentu. Ada tiga bagian penting dalam teks pidato. Yakni:
1)
Pendahuluan,
2)
Isi, dan
3)
Penutupan.
Pada
bagian pendahuluan penyampai teks pidato (pemidato) mengemukakan pokok
persoalan yang akan dijelaskan kepada pendengar (audiens). Pada bagian ini
sedapat mungkin juga dikemukakan arah pembicaraan, dengan kata lain dengan
pidato itu pendengar akan dibawa ke mana. Pada bagian isi dia menguraikan
poin-poin yang sudah dirinci dalam kerangka tadi dengan sejalas-jelasnya.
Kemudian pada bagian penutup pembicara menyampaikan seluruh uraiannya dalam
bentuk kesimpulan. Hal ini bertujuan agar audiens mendapat gambaran yang untuk
mengenai masalah yang baru saja disimpulkan.
Untuk
menyajikan sebuah pidato, ada beberapa metode yang dapat digunakan. Pemilihan
metode piadato ini disesuaikan denga situasi, kondisi, dan kebutuhannya.
b.
Metode Berpidato
Untuk
menyajikan sebuah pidato, ada beberapa metode yang dapat digunakan. Pemilihan
metode piadato ini disesuaikan denga situasi, kondisi, dan kebutuhannya. Beberapa
metode berpiadato yang lazim digunakan adalah:
1)
Metode Imprompa (serta-merta), yaitu metode penyajian pidato tanpa
persiapan sama sekali. Pembicara menyampaikan pidatonya secara langsung
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.
2)
Metode Mengahafal (memoriter), yakni pembicara membuat pidatonya
dengan uraian yang lengkap, kemudian menghafalnya.
3)
Metode Naskah (membaca), yaitu metode berpidato dengan membaca
naskah. Metode ini biasa dilakukan oleh pejabat pemerintah dalam suatu acara
resmi kenegaraan.
4)
Metode Ekstemporan, yakni cara penyampaian pidato tanpa persiapan
naskah tertulis. Pembicara menyiapkan pidato dengan baik tetapi pada saat
pelaksanaannya ia hanya membuat catatan poin-poin yang akan disampaikan.
c.
Tujuan Berpidato
Pada
prakteknya bahasa orang berpidato tergantung kepada tujuan pidato,
pendengarnya, dan bahasa yang akan disampaikannya.
Adapun tujuan pidato ada tiga macam yakni:
1)
Pidato instruktif ialah pidato yang bertujuan memberi tahukan
sesuatu kepada pendengar.
2)
Pidato rekreatif ialah pidato yang bertujuan menghibur/menyenang-nyenangkan
pendengaran.
3)
Pidato persuatif ialah pidato yang bertujuan mempengaruhi
pendengaran.
Pendengar, yaitu orang-orang yang mendengarkan pidato seseorang.
Mungkin pelajara, mahasiswa, pegawai, buruh, wanita semua, pria semua, mungkin
juga campuran diantara yang tersebut. Bahasa yang disampaikan mungkin ringan,
sukar, memerlukan pemikiran, perasaan, atau sikap, dan sebagainya.
d.
Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Berpidato
Dengan
mengingat tiga hal tersebut di atas, kita pikirkan bahasa yang akan kita pakai
dalam berpidato itu tentu saja ragam bahasa pidato instruktif yang bertujuan
kepada pelajar untuk bahan yang ringan akan berbeda dengan bahasa pidato persuatif
yang ditujukan kepada mahasiswa untuk bahan yang memerlukan pikiran. Demikian
juga hal tersebut di atas akan berbeda dengan bahasa pidato rekreatif yang
ditujukan kepada rakyat umum untuk bahan yang memerlukan perasaan. Tetapi pada
umumnya, ada beberapa hal yang harus diperhatiakan dalam berpidato, yaitu:
1)
Bahsa pidato harus disesuaikan dengan taraf pengetahuan dan
kemampuan pendengar.
2)
Kata/istilah harus diteliti dengan cermat, dan diterangkan apabila
apabila kata/istilah tersebut belum popular.
3)
Kalimat dalam pidato jangan terlalu panjang.
4)
Dapat juga dipakai kutipan yang memperkuat topik pembicaraan,
seperti selogan dan majas.
5)
Ucapan kata/istilah harus jelas dan tegas.
(2)
Bahasa Diskusi
a.
Pengertian dan Macam-macam Diskusi
Berdiskusi adalah bertukar pikiran tentang masalah dalam bentuk
musyawarah. Adapun macam-macam diskusi diantaranya:
1)
Diskusi kelompok, yakni apabila masalah yang didiskusikan adalah
masalah yang menyangkut kepentingan bersama.
2)
Diskusi panel, yakni apabila masalah yang didiskusikan menyangkut masalah
yang sedang menjadi perhatian masyarakat (yang lagi aktual).
b.
Tujuan dan Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Berdiskusi
Tujuan
diskusi ialah untuk memecahkan suatu masalah. Adapun hal-hal yang harus
diperhatikan dalam berdiskusi adalah:
1)
Bahasa yang dipakai harus mantap, logis, dan cermat
Bahasa
yang mantap dan logis akan membawa pendengar percaya terhadap apa yang
didengar. Pilihan kata/istilah yang cermat dan inotasi yang tepat membawa
pendengar mudah menangkap inti maksud pembicaraan.
2)
Pembicaraan diskusi langsung menuju sasaran
Pembicaraan
dalam diskusi harus langsung menuju sasaran. Jadi, kalimat harus jelas, cermat,
dan benar.
3)
Tegas, sopan dan jelas
Ketegasan
harus ada meskipun nada hormat terhadap pendapat orang lain tetap kita pegang. Jika
bertanya kita pakai bahasa dengan nada sopan, jangan sampai terasa ada nada
membantah, memerintah, atau meminta. Kalimatnya harus jelas, mengenai sasaran,
tidak berbelit-belit.
Jika menjawab,
jawaban kita harus yang berhubungan dengan pertanyaan itu saja. Komentar untuk
memperjelas jangan berbelit-belit, jawaban harus jujur dan objektif, usahakan
penanya dapat puas dengan jawaban itu dan kita usahakan bahwa bahasa yang kita
pakai itu tetap sopan.
jika menanggapi
suatu pendapat, bila setuju, komentar kita jangan berlebih-lebihan sebab jika
berlebih-lebihan sering terasa sebagai sindiran, dan bila tidak setuju,
komentarnya jangan bernada mencemooh, menghina, atau menyinggung perasaan.
(3)
Wawancara
a.
Pengertain dan Prinsip Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan/usaha mengajukan pertanyaan kepada
narasumber (informan) guna mendapatkan data atau informasi tertentu sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Karena itu, prinsip suatu wawancara
adalah:
1)
Pertanyaan yang diajukan sesuai dengan tujuan.
2)
Pertanyaan yang dibuat lengkap.
3)
Kalimat pertanyaan yang digunakan jelas dan efektif.
4)
Bahasa yang digunakan santun, sesuai dengan lawan bicara
(narasumber).
b.
Bentuk Wawancara
Bentuk-bentuk wawancara antara lain:
1) Wawancara berita dilakukan untuk mencari
bahan berita.
2) Wawancara dengan pertanyaan yang
disiapkan terlebih dahulu.
4) Wawancara pribadi.
5) Wawancara dengan banyak orang.
6) Wawancara dadakan/mendesak.
7) Wawancara kelompok dimana
serombongan wartawan mewawancarai seorang, pejabat, seniman, olahragawan dan
sebagainya.
Sukses tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan juga
ditentukan oleh bahasa, dan penampilan, yang baik biasanya mengundang simpatik dan akan membuat
suasana wawancara akan berlangsung akrab alias komunikatif. Wawancara yang
komunikatif dan hidup ikut ditentukan oleh penguasaan permasalahan dan
informasi seputar materi topik pembicaraan baik oleh nara sumber maupun
wartawan.
c. Jenis-Jenis Wawancara
Ditinjau dari segi pelaksanaannya,
wawancara dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1)
Wawancara bebas
Dalam wawancara bebas, pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada
responden, namun harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu berhubungan dengan
data-data yang diinginkan. Jika tidak hati-hati, kadang-kadang arah pertanyaan
tidak terkendali.
2)
Wawancara terpimpin
Dalam wawancara terpimpin, pewawancara sudah dibekali dengan daftar
pertanyaan yang lengkap dan terinci.
3)
Wawancara bebas terpimpin
Dalam wawancara bebas terpimpin, pewawancara mengombinasikan wawancara
bebas dengan wawancara terpimpin, yang dalam pelaksanaannya pewawancara sudah
membawa pedoman tentang apa-apa yang ditanyakan secara garis besar.
d.
Sikap-Sikap yang Harus Dimiliki Pewawancara
Saat melakukan wawancara,
pewawancara harus dapat menciptakan suasana agar tidak kaku sehingga responden
mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Untuk itu, sikap-sikap yang
harus dimiliki seorang pewawancara adalah sebagai berikut:
1)
Netral; artinya, pewawancara tidak berkomentar untuk tidak setuju terhadap
informasi yang diutarakan oleh responden karena tugasnya adalah merekam seluruh
keterangan dari responden, baik yang menyenangkan atau tidak.
2)
Ramah; artinya pewawancara menciptakan suasana yang mampu menarik minat si
responden.
3)
Adil; artinya pewawancara harus bisa memperlakukan semua responden dengan
sama. Pewawancara harus tetap hormat dan sopan kepada semua responden
bagaimanapun keberadaannya.
4)
Hindari ketegangan; artinya, pewawancara harus dapat menghindari
ketegangan, jangan sampai responden sedang dihakimi atau diuji. Kalau suasana
tegang, responden berhak membatalkan pertemuan tersebut dan meminta pewawancara
untuk tidak menuliskan hasilnya. Pewawancara harus mampu mengendalikan situasi
dan pembicaraan agar terarah.
2)
Bahasa Tertulis
a)
Pengertian dan Ciri-ciri Bahasa Tulis
Bahasa
tertulis harus lebih banyak dipertimbangkan dari pada bahasa lisan, sebab bahasa
tertulis akan tetap terwujud dan orang bisa membacanya berulang-ulang. Adapun ciri-ciri
Ragam Bahasa Tulis sebagai berikut;
(1)
Santun
Memenuhi kaidah-kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat. disebut santun jika:
Memenuhi kaidah-kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat. disebut santun jika:
(a)
Pilahan kata tepat menggambarkan suatu maksud.
(b)
Susunan kalimat cermat, sesuai dengan tuntutan pola kalimat bahasa
Indonesia.
(c)
Tiap alinea merupakan kesatuan pikiran yang dituangkan dalam
beberapa kalimat. Salah satu dari kalimat-kalimat itu berisi inti ide yang
diterangkan oleh kalimat-kalimat lain.
(d)
Ejaan harus memenuhi aturan yang telah ditetapkan yaitu yang
tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan.
(2)
Efektif
(a)
Pengertian dan ciri-ciri kalimat efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang disususn secara singkat tetapi
mempunyai daya informasi yang tepat sehingga secara tepat pula mewakili gagasan
penulis. Adapun ciri-ciri kalimat efektif:
o
Minimal berunsur subjek (S) dan predikat(P).
o
Semua kata yang digunakan kata baku.
o
Hemat dalam penggunaan kata.
o
Menerapkan kaida EYD secara tepat (tanda baca dll).
o
Hubungan fungsi-fungsi kalimat jelas.
o
Logis atau masuk di akal.
(b)
Fakor penyebab ketidak efektifan kalimat
o
Kesalahan tata bahasa
Penggunaan tata bahasa yang benar
sangat menentukan keefektifan sebuah kalimat contoh: “Dia tidak ngambil buku
itu”, seharusnya “dia tidak mengambil buku itu”.
o
Ketidak logisan kalimat
Penguasaan
kaidah bahasa belum menentukan keefektifan sebuah kalimat. Keefektifan kalimat
didukung pula oleh jalan pikiran yang logis.
o
Ketaksaan kalimat
Kalimat
efektif memiliki daya informasi yang tepat dan cepat harus terhindar dari
ketaksaan, artinya kalimat tersebut tidak memiliki makna ganda. Contoh: “Pelantikan
Rektor UIN yang baru dilaksanakan di gedung Merdeka”.
Kalimat
tersebut bisa bermakna “Rektor yang baru”dan “UIN yang baru”.
Dengan
demikian, kalimat di atas perlu diubah menjadi:
-Pelantiakan
Rektor baru UIN yang baru dilaksanakan di Gedung Merdeka.
Atau
-Pelantiakan
Rektor UIN yang baru dilaksanakan di Gedung Merdeka.
o
Ketidak hematan kata
Dalam
kalimat efektif tersirat pula keefesienan, jika sebuah gagasan dapat dituangkan
dengan 10 kata, mengapa kita nenggunakan 11 kata.
o
Ketidak sejajaran kalimat
o
Kerancuan kalimat
Hemat dan singkat, tetapi kena dalam
hal maksud yang diungkapkannya.
(3)
Bahasa disampaikan sebagai upaya
komunikasi satu pihak
Karena
tak dapat bertemu langsung, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala
apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi
atau salah paham.
(4)
Ejaan digunakan sesuai dengan
pedoman
Dalam
penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman yang harus digunakan atau dipatuhi
agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau penulisan kata yaitu
ejaan yang disempurnakan.
(5)
Penggunaan kosa kata pada dasarnya
sudah dibakukan
Dalam
hal ini, penggunaan kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita
sama, namun apabila kita salah dalam memilih kata maka akan menimbulkan
kerancuan.
c)
Ragam Bahasa Tulis:
1. Undang-undang.
2. Ragam catatan.
3. Ragam sastra.
4. Ragam surat- menyurat.
1. Undang-undang.
2. Ragam catatan.
3. Ragam sastra.
4. Ragam surat- menyurat.
Adapun ragam bahasa tulisan yang
akan saya bahas dalam makalah ini adalah:
1.
Surat,
2.
Memo,dan
3.
Proposal.
1.
Surat
a)
Pengertian Surat
Surat adalah sarana komunikasi yang
digunakan untuk menyampaikan informasi tertulis oleh suatu pihak kepadapihak
lain. Informasi itu dapat berupa; pemberitahuan, pernyataan, perintah,
permintaan/permohonan, dan laporan.
d)
Fungsi surat
Surat memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
(a)
sebagai sarana komunikasi
(b)
sebagai alat untuk menyampaikan pembritahuan/permintaan atau permohonan, buah
fikiran atau gagasan.
(c)
sebagai alat buku tertulis
(d)
sebagai alat untuk mengingat
(e)
sebagai bukti historis
(f)
sebagai pedoman kerja.
c)
Macam-macam Surat
Dalam kehidupan sehari-hari terdapat bermacam-macam surat
yang beredar baik antar organisasi, antar instansi maupun antar perusahaan. Dalam
hal-hal tertentu jelas ada perbedaan-perbedaan, baik asal surat, sifat surat,
tujuan, cara pembuatan, cara pengiriman dan lain sebagainya.
Jenis-jenis surat dapat ditinjau dari beberapa segi sebagai
mana diuraikan berikut ini:
1)
Berdasarkan Sifat Surat
Berdasarkan sifatnya surat dapat digolongkan menjadi 3 jenis:
(a)
Surat Pribadi
Surat pribadi adalah surat-surat yang bersifat kekeluargaan,
surat-surat yang berisi masalah keluarga, baik tentang kesehatan, keuangan, dan
sebagainya,
(b)
Surat Dinas/Resmi
Surat
dinas/resmi merupakan alat komunikasi tertulis untuk menyampaikan
berita/informasi yang berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan
kedinasan/kegiatan dinas sebuah instansi pemerintah.
(c)
Surat Niaga
Surat
niaga adalah surat-surat yang berisi soal-soal perdagangan yang dibuat oleh
perusahaan yang dikirimkan kepada para pelanggan.
2)
Berdasarkan Wujud Surat
(a)
Kartu Pos
Kartu
pos adalah blangko yang dikeluarkan oleh PT Pos Indonesia atau instansi lain
yang telah diberi izin oleh PT Pos Indonesia untuk mencetaknya asal sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan PT Pos Indonesia. Kartu pos
biasanya dibuat dengan menggunakan kertas karton yang berukuran 15 cm x 10
cm. Kartu pos mempunyai dua bagian yaitu:
(1)
Bagian depan atau muka untuk menulis
nama atau alamat pengirim serta penerima.
(2)
Bagian belakang untuk menulis
berita-berita yang disampaikan.
(b)
Warkat Pos
Adalah
sehelai kertas yang telah dicetak dengan memakai lambing dan petunjuk penulisan
berita, yang dikeluarkan oleh PT Pos Indonesia atau instansi yang telah diberi
izin. Warkat pos dapat dilipat-lipat sehingga lipatan luar dapat dipakai
menulis nama dan alamat pengirim serta penerima. Bagian lipatan dalam untuk
menulis berita-berita yang akan disampaikan. Surat dengan memakai warkat pos
bertujuan untuk surat yang bersifat keluarga, yang isinya berita yang
panjang-panjang, yang bersifat rahasia keluarga, bukan keperluan dinas
atau bersifat resmi.
(c)
Surat
Bersampul
Surat
Bersampul adalah surat-surat yang isinya atau beritanya ditulis pada kertas
lain, kemudian kertas surat tersebut dimasukkan ke dalam sampul atau amplop.
(d)
Surat Kilat
Surat
Kilat adalah surat yang pemberangkatan dan pengantarannya diutamakan dari surat
biasa, diusahakan bahwa surat itu harus sampai dalam 1 x 24 jam. Cara pengiriman dapat dilakukan
dengan hanya memberi perangko yang telah ditentukan oleh Peru Pos dan Giro yang
lebih mahal dari perangko surat biasa.
(e)
Surat Terbuka
Surat
Terbuka adalah surat-surat yang isinya dapat dibaca oleh umum. Misalnya surat
dari pembaca untuk sebuah instansi melalui redaksi surat kabar, majalah,
tabloid dan sebagainya.
(f)
Surat Tertutup
Surat
Tertutup adalah surat-surat yang dikirimkan kepada alamat tertentu dan isinya
tidak boleh diketahui orang lain.
(g)
Memorandum dan Data Nota Memorandum
Memorandum
dan Data Nota Memorandum adalah satu alat komunikasi berupa surat-surat
dilingkungan dinas yang penyampaiannya tidak resmi dan digunakan secara intern
(didalam lingkungan sendiri).
(h)
Telegram
Telegram
adalah suatu alat komunikasi dengan cara menyampaikan berita-berita melalui
radio atau alat telegrap mengenai sesuatu hal yang perlu mendapat penyelesaian
dengan cepat.
3)
Berdasarkan Keamanan Isinya
(a)
Surat Sangat Rahasia
Surat
Sangat Rahasia adalah surat-surat yang biasanya digunakan untuk surat-surat
yang berhubungandengan keamanan negara atau surat-surat yang berupa dokumen
negara, sehingga bila surat ini jatuh ketangan yang tidak berhak maka akan
membahayakan masyarakatatau bangsa dan negara.
(b)
Surat Rahasia
Surat Rahasia adalah surat-surat yang isinya harus
dirahasiakan atau tidak boleh dibaca oleh orang lain, karena kalau jatuh
ketangan orang yang tidak berhak akan merugikan perusahaan atau instansi
tersebut.
(c)
Surat Konfidensial
Surat
Konfidensial adalah surat-surat yang termasuk surat rahasia karena isinya tidak
boleh diketahui oleh orang lain, cukup diketahui oleh pejabat yang bersangkutan
karena kalau jatuh kepada orang yang tidak berhak akan mencemarkan nama baik
orang tersebut.
4)
Surat Berdasarkan Proses Penyelesaiannya
(a)
Surat Sangat Segera atau Surat Kilat
Surat Sangat
Segera atau Surat Kilat adalah surat yang harus ditangani secepat mungkin pada
kesempatan yang pertama, karena surat ini harus segera dikirimkan secepatnya
sebab penerima harus cepat menanggapi dan menyelesaikannya.
(b)
Surat Segera
Surat Segera
adalah surat yang secepatnya diselesaikan tetapi tidak perlu pada kesempatan
yang pertama dan segera dikirimkan supaya mendapat tanggapan dan
penyelesaiannya dari pihak penerima.
(c)
Surat Biasa
Surat Biasa
adalah surat yang tidak perlu tergesa-gesa untuk penyelesaian karena tidak
perlu mendapat tanggapan yang secepatnya dari penerima.
5)
Berdasarkan Jumlah Penerima Surat
(a)
Surat perorangan, yaitu surat yang dikirim kepada seseorang atau
satu organisasi tertentu.
(b)
Surat edaran, yaitu surat yang dikirim kepada beberapa pejabat atau
beberapa orang tertentu.
(c)
Surat pengumuman, yaitu surat yang ditujukan kepada sejumlah orang
atau pejabat sekaligus.
6)
Berdasarkan Tujuan Penulisan
Berdasarkan
Tujuan penulisannya, surat dapat berupa:
(a)
Surat pemberitahuan.
(b)
Surat perintah,
(c)
surat permohonan,
(d)
surat peringatan,
(e)
surat panggilan,
(f)
surat pengantar,
(g)
surat keputusan,
(h)
surat laporan,
(i)
surat perjanjian,
(j)
surat penawaran, dan sebagainya.
7)
Berdasarkan Ruang Lingkup Sasarannya
Berdasarkan
Ruang Lingkup Sasarannya, surat terbagi atas surat intern dan surat ekstern.
d)
Bahasa Surat
Agar dapat dimengerti maksud dan tujuan surat secara jelas, harus
disusun dengan mengggunakan bahasa yang relatif singkat. Sebelum menulis surat
hendaknya dipertimbangkan sebaik mungkin, baik penyusunan kalimat, arti maupun
ketepatan penggunaan kata-kata. Hindari pemakaian kata-kata yang kurang tepat
serta jangan menyinggung perasaan orang yang dikirimi surat. Bahasa yang
digunakan harus benar atau baku sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, baik
tentang ejaan, pemilihan kata, bentuk kata, maupun kalimat.
e)
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
Hal-hal yang perlu diperhatiakan dalam menggunakan bahasa
surat adalah sebagai beriku:
(a)
Hindari kalimat yang penjang
dan berbelit-belit.
(b)
Gunakan kata-kata dan istilah
yang sudah lazim dipakai.
(c)
Tempatkan tanda baca dengan
tepat.
(d)
Gunakan ejaan yang benar.
(e)
Gunakan singkatan yang umum
dipakai.
f)
Syarat Surat
Salah satu
syarat agar surat dikatakan baik, jelas dan sopan, hal itu akan dapat dicapai
apabila kita menggunakan bahasa praktis. Bahasa praktis, maksudnya adalah :
1)
Menggunakan kata yang minim, dapat dimengerti asrtinya oleh penulis
surat.
2)
Penulis mampu menggunakan kata tersebut.
3)
Kata yang dipergunakan sederhana, umum, bukan kata daerah, asing,
sopan dan lain-lain.
Dalam surat-surat resmi bahasa sopan itu dapat dicapai
dengan beberapa cara sebagai berikut:
Kalimat bervariasi
1)
Menggunakan kata-kata yang sopan atau halus.
2)
Menggunakan kata sapaan atau kata ganti.
3)
Menggunakan kata-kata resmi (bukan kata sehari-hari)
Menarik.
C.
Sejarah Sastra Indonesia
Sejarah sastra adalah salah satu bagian dari kajian ilmu sastra. Kata sejarah berasal dari bahasa Arab, sajarun yang berarti pohon. Pohon menggambarkan adanya akar, cabang, dan ranting yang memperlihatkan adanya proses susunan peristiwa secara kronologis.Sejarah itu sendiri mempunyai arti yang sama, yaitu rekaman perjalanan kehidupan manusia dari masa lampau sampai masa-masa berikutnya.
Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari
bahasa sansekerta sastra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau
“pedoman”, dari kata dasar śās yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam
bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusteraan”
atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Selain itu dalam arti kesusteraan, sastra bisa dibagi
menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Disini banyak sastra
tidak hanya berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan
wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya
kesusteraan dibagi menurut daerah geografus atau bahasa.
Suatu hasil karya, baru dapat dikatakan memiliki nilai
sastra bila didalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk
bahasanya baik dan indah, dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan
perasaan haru dan kagum di hati pembaca.
Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat
menimbulkan kesan yang mendalam di hati para pembacanya sebagai perwujudan nilai-nilai
karya seni. Apabila isi tulisan cukup baik tetapi cara pengungkapan bahasanya
buruk, karya tersebut tidak dapat disebut sebagai cipta sastra, begitu juga
sebaliknya.
Karya sastra adalah salah satu bagian dari
asset budaya suatu bangsa. Bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang tidak hanya
memiliki hasil karya sastra bangsanya, tetapi juga menghargai dan memberikan
apresiasinya terhadap karya sastra sebagai hasil karya bangsanya itu.Sejarah
sastra Indonesia adalah bagian dari kajian ilmu sastra yang mempelajari
kesusastraan Indonesia mulai munculnya kesusastraan Indonesia sampai masa-masa
selanjutnya, dengan segala persoalan yang melingkupinya.
Sebagai contoh :
Sebagai contoh :
Di akhir
abad ke-20, terbit novel Saman karya Ayu Utami yang ‘menghebohkan’ dunia sastra
Indonesia. Tahun 70-an terbit novel-novel Trilogi Iwan Simantupang, Merahnya
Merah (1968), Ziarah (1969) dan Kering (1970) yang dianggap novel absurd, sarat
filsafah, yang sulit dipahami, karena berbeda dengan pola-pola cerita pada
novel-novel tahun-tahun sebelumnya. Jauh sebelumnya, pada tahun 40-an terbit
novel Belenggu yang dianggap mengusik keindahan sastra dengan ‘menelanjangi’
kehidupan kaum elit yang diwakili oleh keluarga dokter Sukartono. Pada tahun
20-an, lahir novel Sitti Nurbaya yang sangat laris pada masa itu sehingga
melampaui kelarisan novel-novel yang lahir sebelumnya seperti Azab dan
Sengsara.
1.
Pengertian dan Pembagian Sastra
Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari
bahasa sansekerta sastra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau
“pedoman”, dari kata dasar śās yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam
bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusteraan”
atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Selain itu dalam arti kesusteraan, sastra bisa dibagi
menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Disini banyak sastra
tidak hanya berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan
wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya
kesusteraan dibagi menurut daerah geografus atau bahasa. Suatu hasil karya,
baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra bila didalamnya terdapat kesepadanan
antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik dan indah, dan susunannya
beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum di hati pembaca. Bentuk
dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan yang
mendalam di hati para pembacanya sebagai perwujudan nilai-nilai karya seni.
Apabila isi tulisan cukup baik tetapi cara pengungkapan bahasanya buruk, karya
tersebut tidak dapat disebut sebagai cipta sastra, begitu juga sebaliknya.
2.
Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masyarakat, sastra mempunyai beberapa
fungsi:
a)
Fungsi rekreasi, yaitu sastra dapat
memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya.
b)
Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu
mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan
yang terkandung didalamnya.
c)
Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu
memberikan pengetahuankepada pembaca/peminatnya sehingga tahu moral yang baik
dan buruk, karena sastra yang baik selalu memiliki nilai moral yang tinggi.
d)
Fungsi estetis, yaitu sastra mampu
memberikan pengetahuan kepada pembaca/penikmatnya karena sifat keindahannya.
e)
Fungsi religious, yaitu sastra pun
menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat diteladani
para penikmat/pembaca sastra
3.
Ragam Sastra
a)
Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri
atas 4 bentuk, yaitu:
1)
Prosa, bentuk sastra yang diuraikan
menggunakan bahasa bebas dan panjang tidak terikat oleh aturan-aturan seperti
dalam puisi.
2)
Puisi, bentuk sastra yang diuraikan dengan
menggunakan bahasa yang singkat dan padat serta indah. Untuk puisi lama, selalu
terikat oleh kaidah atau aturan tertentu, yaitu:
- Jumlah baris tiap-tiap baitnya,
- Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap kalimat atau barisnya,
- Irama,
- Persamaan bunyi.
- Jumlah baris tiap-tiap baitnya,
- Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap kalimat atau barisnya,
- Irama,
- Persamaan bunyi.
3)
Prosa liris, bentuk sastra yang
disajikan seperti bentuk puisi namun menggunakan
bahasa yang bebas terurai seperti prosa.
4)
Drama, yaitu bentuk sastra yang
dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang bebas dan panjang, serta disajikan
menggunakan dialog atau monolog. Drama ada dua pengertian, yaitu drama dalam
bentuk naskah dan drama yang dipentaskan.
b)
Dilihat dari isinya, sastra terdiri
atas 4 macam, yaitu:
1)
Epic, yaitu karangan yang melukiskan
sesuatu secara obyektif tanpa mengikutkan pikiran dan perasaan pribadi
pengarang.
2)
Lirik, yaitu karangan yang berisi
curahan perasaan pengarang secara subyektif.
3)
Didaktif, yaitu karya sastra yang
isinya mendidik penikmat/pembaca tentang masalah moral, tatakrama, masalah
agama, dll.
4)
Dramatik, yaitu karya sastra yang
isinya melukiskan sesuatu kejadian (baik atau buruk) dengan pelukisan yang
berlebih-lebihan
c)
Unsur Intrinstik dan Ekstrinstik
Karya sastra disusun oleh dua unsur yaitu:
1)
Unsur Intrinstik
Unsur Intrinstik ialah unsur yang
menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya
sastra, seperti: tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan
pelataran, dan pusat pengisahan.
(a) Tema dan Amanat
(a) Tema dan Amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki
tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan
menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol. Amanat ialah
pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra.
Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna
muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya
sastra yang ditulisnya. Maka muatan ialah makna yang termuat dalam karya sastra
tersebut.
(b) Tokoh dan penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character). Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaab dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh yang ditentukan oleh ketidak sadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Anatgonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.
Dialog :Cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh.
Dualog :Cakapan antara dua tokoh saja.
Monolog :Cakapan batin terhadap kejadian lampau yang sedang
(b) Tokoh dan penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character). Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaab dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh yang ditentukan oleh ketidak sadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Anatgonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.
Dialog :Cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh.
Dualog :Cakapan antara dua tokoh saja.
Monolog :Cakapan batin terhadap kejadian lampau yang sedang
terjadi.
Solilokui :Bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi
(c) Alur dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian:
Solilokui :Bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi
(c) Alur dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian:
(1) Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan
tokoh-tokohnya.
(2) Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh
pelaku.
(3) Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin
seru.
(4) Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara
tokoh-tokohnya.
(5) Leraian, yaitu saat peristiwa
konflik semakin reda dan perkembangan
alur mulai terungkap.
(6) Akhir, yaitu seluruh peristiwa
atau konflik telah terselesaikan
Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longgar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alaur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campuran keduanya.
Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longgar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alaur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campuran keduanya.
(d) Latar dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan social. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tata krama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.
(e) Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah pribadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebgai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan social. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tata krama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.
(e) Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah pribadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebgai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.
2)
Unsur Ekstrinstik
Unsur Ekstrinstik ialah unsur yang
menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, sikologi,dan
lain-lain. Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu
pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah factor
kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca
sastra,serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur
ekstrinsik ialah unsure yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu
sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan
bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan
lain-lain.
4.
Pembagian Sastra
a)
Menurut zaman pembuatan karya, karya
sastra Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1)
Karya Sastra Lama Indonesia
Karya sastra lama Indonesia adalah karya sastra yang lahir dalam masyarakat lama, yaitu suatu masyarakat yang masih memegang adat istiadat yang berlaku di daerahnya. Karya sastra lama biasanya bersifat moral, pendidikan, nasihat, adat istiadat, serta ajaran-ajaran agama. Sastra lama Indonesia memiliki ciri-ciri:
1) Terikat oleh kebiasaan dan adat masyarakat.
2) Bersifat istana sentries.
3) Bentuknya baku.
4) Biasanya nama pengarangnya tidak disertakan (anonym)
Bentuk sastra lama Indonesia adalah Pantu, Gurindam, Syair, Hikayat, Dongeng, dan Tambo.
Karya sastra lama Indonesia adalah karya sastra yang lahir dalam masyarakat lama, yaitu suatu masyarakat yang masih memegang adat istiadat yang berlaku di daerahnya. Karya sastra lama biasanya bersifat moral, pendidikan, nasihat, adat istiadat, serta ajaran-ajaran agama. Sastra lama Indonesia memiliki ciri-ciri:
1) Terikat oleh kebiasaan dan adat masyarakat.
2) Bersifat istana sentries.
3) Bentuknya baku.
4) Biasanya nama pengarangnya tidak disertakan (anonym)
Bentuk sastra lama Indonesia adalah Pantu, Gurindam, Syair, Hikayat, Dongeng, dan Tambo.
2)
Karya Sastra Baru Indonesia
Karya sastra baru Indonesia sangat
berbeda dengan sastra lama. Karya sastra ini sudah tidak dipengaruhi adat
kebiasaan masyarakat sekitarnya. Malahan karya sastra baru Indonesia cenderung
dipengaruhi oleh sastra dari Barat atau Eropa. Ciri-ciri sastra baru Indonesia
adalah:
1) Ceritanya berkisar kehidupan masyarakat.
2) Bersifat dinamis (mengikuti perkembangan zaman).
3) Mencerminkan kepribadian pengarangnya.
4) Selalu diberi nama sang pembuat karya sastra.
Bentuk sastra Indonesia antara lain adalah Roman, Novel, Cerpen, dan Puisi Modern.
Jadi, yang termasuk ke dalam kategori sastra adalah:
1) Ceritanya berkisar kehidupan masyarakat.
2) Bersifat dinamis (mengikuti perkembangan zaman).
3) Mencerminkan kepribadian pengarangnya.
4) Selalu diberi nama sang pembuat karya sastra.
Bentuk sastra Indonesia antara lain adalah Roman, Novel, Cerpen, dan Puisi Modern.
Jadi, yang termasuk ke dalam kategori sastra adalah:
o
Pantun
o
Puisi
o
Sajak
o
Pribahasa
o
Kata mutiara
o
Majas
o
Novel
o
Cerita/cerpen (tertulis/lisan)
o
Syair
o
Sandiwara/drama
o
Lukisan/kaligrafi
b)
Menurut
Khazanah Kesusastraan Indonesia
Dalam khazanah
kesusastraan Indonesia terdapat dua penggolongan besar sastraa, yaitu: sastra
lisan dan sastra tulisan.
Baik sastra lisan maupun sastra tulisan mempunyai peranan penting dalam sejarah perkembangan kesusastraan indonesia.
Baik sastra lisan maupun sastra tulisan mempunyai peranan penting dalam sejarah perkembangan kesusastraan indonesia.
1)
Sastra Lisan
Dalam khazanah
kesusastraan Melayu kuno, tradisi sastra lisan baik syair maupun prosa
merupakan kekhasan corak tersendiri yang memiliki relasi lajur sejarah yang
cukup panjang. Satu pengaruh tradisi cina yang masuk melalui jalur perdagangan
kemudian pengaruh India atau Hindu-Budha yang saat itu merupakan agama yang
dianut sebagian besar kerajaan-kerajaan di Indinesia. Ditambah dengan sumbangan
kebudayaan Arab-Islam yang dibawa oleh para musafir. Ketiga tradisi yang
berbeda-beda tersebut tentunya sangat mewarnai sejarah perkembangan sastra di
Indomesia khususnya sastra lisan.
Dalam perjalanannya sastra lisan menemukan tempat dan bentuknya masing-masing di tiap-tiap daerah pada ruang etnik dan suku yang mengusung flok budaya dan adat yang berbeda-beda. Heddy Shri Ahimsya-Putra (1966) mengatakan bahwa sebagai suatu bentuk ekspresi budaya masyarakat pemiliknya, sastra lisan tidak hanya mengandung unsur keindahan (estetik) tetapi juga mengandung berbagai informasi nilai-nilai kebudayaan tradisi yang bersangkutan. Oleh karena itu, sebagai salah satu data budaya sastra lisan dapat dianggap sebagai pintu untuk memahami salah satu atau mungkin keseluruhan unsur kebudayaan yang bersangkutan.
Dalam perjalanannya sastra lisan menemukan tempat dan bentuknya masing-masing di tiap-tiap daerah pada ruang etnik dan suku yang mengusung flok budaya dan adat yang berbeda-beda. Heddy Shri Ahimsya-Putra (1966) mengatakan bahwa sebagai suatu bentuk ekspresi budaya masyarakat pemiliknya, sastra lisan tidak hanya mengandung unsur keindahan (estetik) tetapi juga mengandung berbagai informasi nilai-nilai kebudayaan tradisi yang bersangkutan. Oleh karena itu, sebagai salah satu data budaya sastra lisan dapat dianggap sebagai pintu untuk memahami salah satu atau mungkin keseluruhan unsur kebudayaan yang bersangkutan.
Sastra lisan
telah bertahan cukup lama dalam mengiringi sejarah bangsa Indonesia dan menjadi
semacam ekspresi estetik tiap-tiap daerah dan suku yang tersebar di seluruh
nusantara. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, dalam khazanah
kesusastraan modern Indonesia baik dalam ekspresi proses verbal kesastrawanan
maupun dalam kajian, sastra tulisan lebih mendimonasi. Hal ini mulai berkembang
ketika muncul anggapan bahwa sastra tulis mempunyai nilai yang lebih tinggi
dibanding sastra lisan dalam konteks pembangunan kepribadian bangsa yang lebih
maju. Ditambah lagi oleh arus modernisasi yang masuk dan membawa corak kebudayaan
baru, maka posisi sastra lisan dalam masyarakat mulai pudar bahkan hampir
dilupakan.
2)
Sastra Tulisan
Sastra tulisan (written
literature )yaitu sastra yang menggunakan media tulisan atau literal.
Menurut Sulastin Sutrisno (1985) awal sejarah sastra tulis melayu bisa dirunut
sejak abad ke-7 M. Berdasarkan penemuan prasasti bertuliskan huruf Pallawa
peninggalan kerajaan Sriwijawa di Kedukan Bukit (683) Talang Tuo (684) Kota
Kapur (686) dan Karang Berahi (686). Walaupun tulisan pada prasasti-prasati
tersebut masih pendek-pendek, tetapi prasasti-prasasti yang merupakan benda
peninggalan sejarah itu dapat disebut sebagai cikal bakal lahirnya tradisi
menulis atau sebuah bahasa yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Sastra tulis
dianggap sebagai ciri sastra modern karena bahasa tulisan dianggap sebagai
refleksi peradaban masyarakat yang lebih maju. Menurut Ayu Sutarto (2004) dan
Daniel Dakhidae (1996) tradisi sastra lisan menjadi penghambat bagi kemajuan
bangsa. Maka, tradisi lisan harus diubah menjadi tradisi menulis. Karena budaya
tulis-menulis selalu identik dengan kemajuan peradaban keilmuan. Pendapat ini
mungkin tidak keliru. Tapi, bukan berarti kita dengan begitu saja mengabaikan
atau bahkan meninggalkan tradisi sastra lisan yang sudah mengakar dan menjadi
identitas kultural masing-masing suku dan daerah di seluruh kepulauan
Indonesia.
Pada akhirnya,
proses pergeseran dari tradisi sastra lisan menuju sastra tulisan tidak dapat
dihindari. Karena sadar atau tidak, bagaimanapun proses pertumbuhan sastra akan
mengarah dan berusaha menemukan bentuk yang kebih maju dan lebih sempurna
sebagaimana terjadi pada bidang yang lainnya. Karena proses perubahan seperti
ini merupakan sebuah keniscayaan terutama dalam struktur masyarakat yang
dinamis.
Belum ditemukan
data yang pasti, yang menunjukan kapan tepatnya tradisi sastra tulis dimulai.
Sastra tulis yang tercarat dalam sejarah kesusastraan Indonesia mungkin bisa
dikatakan dimulai sejak sebelum abad ke-20, yaitu pada periode Pujangga Lama.
Dan, kemudian mulai menunjukan wujudnya yang lebih nyata pada periode Balai
Pustaka yang bisa disebut sebagai tonggak perkembangan sejarah kesusastraan
modern Indonesia. Dimana dengan lahirnya penerbit pertama di Indonesia ini,
bidang kesusastraan mulai dikembangkan secara lebih terorganisir. Dan, pada
periode berikutnya, terus berkembang secara lebih luas.
3)
Kedudukan Sastra
Lisan dan Sastra Tulisan
Sejatinya baik
sastra lisan maupun tulisan masing-masing mempunyai kedudukan yang sama-sama
penting dalam perkembangan sastra di Indonesia. Walaupun pada kenyataannya
sastra lisan sering kali dianggap sudah tidak relevan lagi dengan perkembanfan
zaman. Tapi, seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa sastra lisan
mempunyai akar yang berkaitan erat dengan sejarah bangsa Indonedia baik aspek sosio-kultural,
moral, religi hingga aspek politik.
Jadi, pada
dasarnya dua bentuk sastra ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain sebagaimana
dalam konsepsi A.Theeuw (1983) bahwa dari segi sejarah maupun tipologi adalah
tidak baik jika dilakukan pemisahan antara sastra lisan dan sastra tulis.
Keduanya harus dipandang sebagai kesatuan dan keseluruhan sehingga tidak boleh
lebih mengutamakan satu dari pada yang lain. Sebaliknya, dua jenis karya sastra
ini seyogianya saling mendukung dan melengkapi untuk lebih memperkaya khazanah
kesusastraan bangsa. Karena pada hakikatnya sastra lisan merupakan sumber utama
bagi penciptaan sastra tulisan sebagaimana sastra lama merupakan penunjang
lahirnya sastra modern.
5.
Pembahasan Contoh sastra
Adapun sastra Indonesia yang akan saya bahas dalam makalah
ini adalah:
a)
Mantra
Mantra adalah kata atau ucapan yang mengandung
hikmah dan kekuatan gaib. Kekuatan mantra dianggap dapat menyembuhkan atau
mendatangkan celaka. Keberadaan mantra dalam masyarakat Melayu pada mulanya
bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat
kepercayaan.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
b)
Peribahasa
Peribahasa merupakan kalimat yang mengiaskan
maksud tertentu. Bentuk peribahasa antara lain :
1)
Pepatah :peribahasa yang mengandung
nasihat atau ajaran dari orangtua.
2)
Perumpamaan :kalimat yang mengungkapkan perbandingan
atau pengibaratan sesuatu dengan sesuatu yang sekiramya bisa dikiaskan.
3)
Ungkapan :
adalah kiasan untuk memperhalus maksud kalimat.
4)
Tamsil : pengibaratan tentang suatu
hal.
5)
Pameo : merupakan kata ejekan atau
kata-kata yang berisi sindiran.
c)
Pantun
Pantun merupakan puisi lama yang terdiri atas
empat baris, pantun juga bisa merupakan peribahasa sindiran. Menurut bentuknya,
pantundibedakan menjadi:
1)
Pantun biasa
(a)
Seloka:
merupakan pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja, sebab pantun
berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
(b)
Pantun
orangtua: biasanya berisi tentang nasihat, agama, dan adat
(c)
Pantun jenaka:
pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengarnya, ataupun
terkadang sebagai cara untuk saling menyindir dalam suasana penuh keakraban,
supaya tidak mudah tersinggung.
d)
Syair
Syair merupaka puisi lama yang tiap-tiap bait
terdiri atas empat baris yang selalu berakhiran dengan bunyi yang sama. Contoh
syair misalnya:
Syair Singapura Dimakan Api (sejarah), Syair
Perahu (berisi ajaran agama), Syair Bidadari (rekaan), Syair Ken Tambuhan
(rekaan), dan lain-lain.
e)
Gurindam
Gurindam adalah jenis puisi lama yang mempunyai
ciri-ciri:
(1) setiap bait terdiri atas dua larik;
(2) setiap bait berima akhir /a/-/a/;
(3) larik pertama merupakan sebab atau syarat,
sedangkan larik kedua merupakan akibat atau simpulan;
(4) kedua larik merupakan kesatuan yang utuh,
dan isinya biasanya berupa nasihat tentang keagamaan, budi pekerti, pendidikan,
moral, dan tingkah laku.
f)
Talibun
Talibun adalah jenis puisi lama yang mempunyai
ciri-ciri:
(a) setiap baitnya terdiri atas 6, 8, 10 larik
lebih, bahkan sampai ada talibun yang satu baitnya terdiri atas 20 larik;
(b) mempunyai sampiran dan isi;
(c) rumus rimanya abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde,
dan seterusnya; (d) terdiri dari dua bagian, bagian sampiran dan bagian isinya.
Jadi, talibun yang terdiri dari 6 larik misalnya, tiga larik pertama merupakan
sampiran, sedangkan 3 larik berikutnya merupakan isinya.Isinya bervariasi.Ada
yang mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat, keajaiban sesuatu
benda/peristiwa, kehebatan/kecantikan seseorang, dan kelakuan serta sikap
manusia.
BAB III
Penutupan
A.
Kesimpulan
Bahasa
indonesia ini tumbuh berdasarkan bahas Melayu. Proses bahasa Melayu manjadi
bahas Indonesia itu melalui beberapa proses dan usaha. Seiring dengan
perkembangan zaman, bahasa Indonesia semakin berkembang dan melahirkan ragam
bahasa sesuai dengan fungsi, pemakaian, sifat, dan kebutuhan kita dalam
berbahasa baik lisan maupun tulisan. Begitupun dengan sastra bahasa Indonesia
yang selalu berkembang, seiring dengan perkembangan zaman.
B.
Saran
Alhamdulillah akhirnya penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini, segala koreksi dan saran demi kesempurnaan makalah ini penyusun
harapkan sebagai bentuk kepedulian bagi yang ingin menambah khazanah,
kekeliruan dan sebagai bahan untuk memperbaiki apa yang telah disusunnya.
Sehingga mudah-mudahan untuk waktu kedepannya, penyusun bisa lebih baik.
Daftar Pustaka
ü Arifin,e zainal. 2004, Dasar-Dasar Penulisan
Karangan Ilmiah. Jakarta: PT Grasindo.
ü Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
ü Foster, Bob.Dr.Ir.M.M.2006. Buku Pelajaran XII
IPA Ganesha Opratio. Bandung:Ganesha Opration. Kusnandi. H.E. 2009. Belajar
Efektif Bahasa Indonesia. Jakarta:Eureka.
ü Harsana.F . X.1983. Perkembangan Bahasa
Indonesia. Solo: Tiga serangkai.
ü Kusnandi. H.E. 2009. Belajar Efektif Bahasa
Indonesia. Jakarta:Eureka.
ü Lima, Tim.2005.Kaidah Dan Latihan Bahasa
Indonesia.Bandung:Pusat Pembinaan Bahasa. Sudjana, Nana. 1991.Ttuntunan
Penyusunan Bahasa Indonesia. Bandung : Sinar Baru.
ü Sudjana,
Nana. 1991.Ttuntunan Penyusunan Bahasa Indonesia. Bandung : Sinar Baru.
ü Sugono, Dendy. 1994. Berbahasa Indonesia Dengan
Benar. Jakarta: Puspa Swara.
ü Sukasworo, Ign.2007. Mutiara Gramatika Bahasa
dan Sastra Indonesia. Pringsewu: Piranti.
ü Tarigan, h.g,mukayat. 1986, Telah teks bahasa
indonesia. Bandung: Angkasa.
ü The Liang gie. 1968. Pengantar Dunia Bahasa
Indonesia: Malang: Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar