Berbagi Ilmu dari Pengalaman..... termasuk dari pengalaman proses pembelajaran saya... berikut tentang Makalah Ushul Fiqih semester 1.. Sama-sama berbagi ya...!!!
BAB I
Pendahuluan
a)
Latar
belakang
Para ulama sepakat bahwa tindakan manusia; baik
berupa perbuatan maupun ucapan, dalam hal ibadah maupun muamalah berupa tindak
pidana maupun perdata, masalah akad atau pengelolaan, dalam syariat islam
semuanya masuk dalam wilayah hukum. Hukum-hukum itu sebagian ada yang
dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Al Sunnah dan sebagian tidak. Tetapi syariat
islam telah menetapkan dalil dan tanda-tanda tentang hukum yang tidak
dijelaskan oleh keduanya, sehingga seorang mujtahid dengan dalil dan
tanda-tanda hukum itu dapat menetapkan dan menjelaskan hukum-hukum yang tidak
dijelaskan tersebut.
Dari kumpulan hukum-hukum syariat yang
berhubungan dengan tindakan manusia yang diambil dari nash-nash yang ada atau
dari pembentukan hukum berdasarkan dalil syarat yang tidak ada nashnya, terbentukalah
ilmu Fiqih.
Ilmu Fiqih menurut syara’ adalah pengetahuan tenyang hukum syariat
yang sebangsa perbuatan yang diambil dari dalil-dalilnya secara detail.
Berdasarkan penelitian, para ulama telah
menetapkan bahwa dalil yang dapat diambil sebagai hukum syariat yang sebangsa
perbuatan itu ada empat yaitu:
1. Al-Qur’an,
2. Al-Sunnah,
3. Al-Ijma, dan
4. Al-Qiyas.
Dan bahwa
sumber pokok dalil-dalil tersebut serta
sumber hukum syariat adalah al-Qur’an kemudian al-Sunnah sebagai penjelas atas
keglobalan al-Qur’an, pembatasan keumumannya, pengikat kebebasannya dan sebagai
penerangan serta penyempurna. Dari keseluruhan kaidah dan hasil penelitian
tentang hukum islam, maka terlahirlah
Ushul Fiqih.
Ushul fiqih adalah kumpulan kaidah dan pembahasannya
yang digunakan untuk menetapkan hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan
perbuatan manusia dari dalil-dalilnya yang terperinci. Untuk lebih jelasnya
saya akan membahas tentang Ilmu Fiqih, Ushul Fiqih, dan perbedaannya pada bab
selanjutnya.
BAB II
pembahasan
1.
Ilmu
Fiqih
A.
Pengertian
Ilmu Fiqih
Fiqih
menurut bahasa bermakna : tahu dan paham, sedangkan menurut
istilah, banyak ahli fiqih (fuqoha’) mendefinisikan berbeda-beda tetapi
mempuyai tujuan yang sama diantaranya :
Ulma’
Hanafi mendifinisikan fiqih adalah :
عِلْمٌ يُبَيِّنُ اْلحُقُوْقَ
وَاْلوَاجِبَآتِ الَّتِي تَتَعَلَّقُ بِأَفْعَآلِ اْلمُكَلَّفِيْنَ
“Ilmu yang menerangkan segala hak
dan kewajiban yang berhubungan amalan para mukalaf”.
Sedangkan
menurut pengikut Asy Syafi’i mengatakan bahwa fiqih
(ilmu fiqih) itu ialah :
العِلْمُ الَّذِي يُبَيِّنُ
الأَحْكَامَ الشَّرْعِيَّةَ الَّتِي تَتَعَلَّقُ بِأَفْعَآلِ اْلمُكَلَّفِيْنَ
اْلمُسْتَنْبِظَةِ مِنْ اَدِلَّتِهَآ التَّفْصِيْلِيَّةِ
“ilmu yang menerangkan segala
hukum agama yang berhubungan dengan pekerjaan para mukallaf, yang dikeluarkan
(diistimbatkan) dari dalil-dalil yang jelas (tafshili)”.
Sedangkan
Jalalul Mahali mendifinisikan fiqih sebagai :
الأَحْكَامُ الشَّرْعِيَّةُ
العَمَلِيَّةُ المُكْتَسِبَةُ مِنْ اَدِلَّتِهَآ التَفْصِيْلِيَّةِ
“ilmu yang menerangkan hukum-hukum
syara’ yang berhubungan dengan amaliyah yang diusahakan memperolehnya dari
dalil yang jelas (tafshili)”.
Sedangkan
menurut Abdul Wahab Khallaf pengertian fiqih adalah :
“pengetahuan
tentang hukum-hukum syariat Islam memngenahi perbuatan manusia, yang diambil
dari dalil-dalilnya secara rinci”.
Jadi
dapat disimpulkan dari difinisi-definisi di atas, fiqih adalah : ilmu yang
menjelaskan tentang hukum syar’iyah yang berhubungan dengan segala tindakan
manusia, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang diambil dari nash-nash yang
ada, atau dari mengistinbath dalil-dalil syariat Islam.
Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yangg
berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqih itu ialah ilmu pengetahuan yang membiacarakan/
membahas/ memuat hukum-hukum Islam yang bersumber bersumber pada Al-Qur’an, Al-Sunnah
dalil-dalil Syar’i yang lain; setelah diformulasikan oleh para ulama dengan
mempergunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqih. Dengan demikian berarti bahwa
fiqih itu merupakan formulasi dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang berbentuk
hukum amaliyah yang akan diamalkan oleh ummatnya. Hukum itu berberntuk
amaliyah yang akan diamalkan oleh setiap mukallaf (Mukallaf artinya
orang yang sudah dibebani/diberi tanggungjawab melaksanakan ajaran syari’at
Islam dengan tanda-tanda seperti baligh, berakal, sadar, sudah masuk Islam).
B.
Objek
Kajian Fiqih
Hukum yang diatur dalam fiqih
Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunat, mubah, makruh
dan haram; disamping itu ada pula dalam bentuk yang lain seperti sah,
batal, benar, salah, berpahala, berdosa
dan sebagainya.
Meskipun
ada perbedaan pendapat para ulama dalam menyusun urutan pembahasaan dalam
membicarakan topik-topik tersebut, namun mereka tidak berbeda dalam
menjadikan Al-Qur’an, Al-Sunnah dan Al-Ijtihad sebagai sumber hukum.Walaupun
dalam pengelompokkan materi pembicaraan mereka berbeda, namun mereka
sama-sama mengambil dari sumber yang sama.
Karena rumusan fiqh itu berbentuk hukum
hasil formulasi para ulama yang bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad,
maka urutan dan luas pembahasannya bermacam-macam. Setelah kegiatan ijtihad
itu berkembang, muncullah imam-imam madzhab yang diikuti oleh murid-murid
mereka pada mulanya, dan selanjutnya oleh para pendukung dan penganutnya.
Diantara kegiatan para tokoh-tokoh aliran madzhab itu, terdapat kegiatan
menerbitkan topik-topik (bab-bab) kajian fiqih. Menurut yang umum dikenal di
kalangan ulama fiqih secara awam, objek pembahasan fiqih itu adalah empat,
yang sering disebut Rubu diantaranya:
1)
Rubu’
ibadat;
2)
Rubu
‘ muamala;
3)
Rubu’
munakaha, dan
4)
Rubu’jinayat.
Ada
lagi yang berpendapat tiga saja; yaitu: bab ibadah, bab mu’amalat,
bab ’uqubat. Menurut Prof. T.M. Hasbi Ashiddieqqi, bila kita perinci
lebih lanjut, dapat dikembangkan menjadi 8 (delapan) objek kajian:
a)
Ibadah
Dalam
bab ini dibicarakan dan dibahas masalah masalah yang dapat dikelompokkan ke
dalam kelompok persoalan berikut ini:
1)
Tharah
(bersuci);
2)
Ibadah
(sembahyang);
3)
Shiyam
(puasa);
4)
Zakat;
5)
Haji,
dan lain-lain.
b)
Ahwalusy
Syakhshiyyah
Dalam
bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke
dalam kelompok persoalan pribadi (perorangan), kekeluargaan, harta warisan,
yang meliputi persoalan:
1)
Nikah;
2)
Khitbah;
3)
Mu’asyarah;
4)
Talak;
5)
Fasakh,
dan lain-lain.
c)
Muamalah
Madaniyah
Biasanya
disebut muamalah saja, dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah
yang dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan harta kekayaan, harta milik,
harta kebutuhan, cara mendapatkan dan menggunakan, yang meliputi masalah:
1)
Buyu’
(jual-beli);
2)
Khiyar;
3)
Riba’;
4)
Sewa-
menyewa;
5)
Pinjam
meminjam;
6)
Waqaf,
dan lain-lain.
*Dari
segi niat dan manfaat, waqaf ini kadang-kadang dimasukkan dalam kelompok
ibadah, tetapi dari segi barang/benda/harta dimasukkan ke dalam kelompok
muamalah.
d)
Muamalah
Maliyah
Kadang-kadang
disebut Baitul mal saja. Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas
masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan harta
kekayaan milik bersama, baik masyarakat kecil atau besar seperti negara
(perbendaharaan negara = baitul mal). Pembahasan di sini meliputi;
1)
Status
milik bersama baitul mal;
2)
Sumber
baitul mal;
3)
Cara
pengelolaan baitul mal, dan lain-lain.
e)
Jinayah
dan ‘Uqubah (pelanggaran dan hukum)
Biasanya
dalam kitab-kitab fiqih ada yang menyebut jinayah saja, dalam bab ini dibicarakan
dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok
persoalan pelanggaran, kejahatan, pembalasan, denda, hukuman dan sebagainya.
Pembahasan ini meliputi;
1)
Pelanggaran;
2)
Qishash;
3)
Diyat;
4)
Hukum
pelanggaran, kejahatan, dan lain-lain.
f)
Murafa’ah
atau Mukhashamah
Dalam
bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke
dalam kelompok persoalan peradilan dan pengadilan. Pembahasan pada bab ini
meliputi:
1)
Peradilan
dan pendidikan;
2)
Hakim
dan Qadi;
3)
Gugatan;
4)
Pembuktian
dakwah;
5)
Saksi,
dan lain-lain.
g)
Ahkamud
Dusturiyyah
Dalam
bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke
dalam kelompok persoalan ketatanegaraan. Pembahasan ini meliputi:
1)
Kepala
Negara dan waliyul amri;
2)
Syarat
menjadi kepala negara dan Waliyul amri;
3)
Hak dan
kewajiban Waliyul amri;
4)
Hak dan
kewajiban rakyat;
5)
Musyawarah
dan demokrasi;
6)
Batas-batas
toleransi dan persamaan, dan lain-lain.
h)
Ahkamud
Dualiyah (hukum internasional)
Dalam
bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke
dalam kelompok masalah hubungan internasional. Pembicaraan pada bab ini
meliputi;
1)
Hubungan
antar negara, sesama Islam, atau Islam dan non-Islam, baik ketika damai atau
dalam situasi perang;
2)
Ketentuan
untuk orang dan damai;
3)
Penyerbuan;
4)
Masalah
tawanan;
5)
Upeti,
Pajak, rampasan;
6)
Perjanjian
dan pernyataan bersama;
7)
Perlindungan;
8)
Ahlul
’ahdi, ahluz zimmi, ahlul harb; dan
9)
Darul
Islam, darul harb, darul mustakman.
Setelah
memperhatikan begitu luasnya objek kajian fiqih. dapatlah kita bayangkan
seluas apa pula ruang lingkup pengajaran agama.
C.
Tujuan fiqih
tujuan ilmu fiqih adalah menerapkan hukun syara’ pada semua
perbuatan dan ucapan manusia. Sehingga ilmu fiqih menjadi rujukan bagi
seorang hakim dalam putusannya, seorang mufti dalam fatwanya dan seorang
mukhallaf untuk mengetahui hukum syara’ atas ucapan dan perbuatannya. Ini
adalah tujuan dari semua undang-undang yang ada pada umat manusia. Ia tidak
memiliki tujuan kecuali menerapkan materi dan hukumnya terhadap ucapan dan
perbuatan manusia. juga mengenalkan kepada mikallaf tentang hal-hal yang
wajib dan yang haram baginya.
Dengan ilmu fiqih, kita dapat
mengetahui bagaimana kita menyelenggarakan nikah, talak, bagaimana memelihara
jiwa, harta dan kehormatan, tegasnya menetahui hukum-hukum yang harus berlaku
dalam masyarakat umum.
2.
Ushul Fiqih
A.
Pengertai ushul fiqih
Untuk
mengetahui makna dari kata Ushul Fiqih dapat dilihat dari dua aspek: Ushul
Fiqih kata majemuk (murakkab), dan Ushul Fiqih sebagai istilah ilmiah.
Dari aspek pertama, Ushul Fiqih
berasal dari dua kata, yakni kata Ushul adalah bentuk plural dari kata
ashl dan kata Fiqih, yang masing-masing memiliki pengertain luas.
Ashl secara etimologi diartikan sebagai “fondasi sesuatu, baik yang
bersifat materi ataupun bukan”.
Adapun menurut istilah, ashl mempunyai
beberapa arti berikut ini:
1)
Dalil,
yakni landasan hukum, seperti pernyataan para ulama ushul fiqih bahwa ashl
dari wajib shalat lima waktu adalah
firman Allah SWT dan Sunah Rasull.
2)
Qa’idah,
yaitu dasar atau fondasi sesuatu, seperta sabda Nabi Muhammad SAW yang
artinya: “islam itu didirikan atas lima ushul (dasar atau fondasi)”.
3)
Rajah,
yakni terkuat, seperti dalam ungkapan ushul fiqih: “yang terkuat dari
(kandungan) suatu hukum adalah arti hakekatnya”.
Maksudnya, yakni menjadi patokan dari setiap
perkataan adalah makna hakikat dari perkataan tersebut.
4)
Mustashhab,
yakni memperlakukan hukum yang sudah ada sejak semula selama tidak ada dalil
yang mengubahnya. Misalnya seseorang yang hilang, apakah ia tetap mendapatkan
haknya seperti warisan atau ikatan perkawinannya?. Orang tersebut harus
dinyatakan masih hidup sebelum ada berita tentang kematiannya. Ia tetap
terpelihara haknya seperti tetap mendapatkan warisan, begitu juga ikatan
perkawinannya dianggap tetap.
5)
Far’u
(cabang), seperti perkataan ulama ushul ”anak adalah cabang dari ayah”.
(Al-Ghazali, 1:5).
Dari kelima
pengertian ashl di atas, yang bisa digunakam adalah dalil, yakni dalil-dalil
fiqih. Adapun secara etimologi, fiqih berarti: “mengerti atau paham”.
Yang dimaksud mengerti bukanlah mutlak mengetahui, melainkan memahami secara
mendalam, mendetail dan kontekstual, hal itu ditunjukkan dengan penggunaan
kata ‘fiqih’ dalam Al-Qur’an di
antaranya surat Hud: 91, “Mereka (penduduk Madyan) berkata: hai Syu’aib, kami
tidak terlalu mengerti tentang apa yang kamu katakan.” Dan surat An Nisa’:
78, “Maka mengapa orang-orang (munafik) itu hampir tidak memahami pembicaraan
sedikitpun?”.
Sebagai
sebutan dari sebuah ilmu, ushul fiqh adalah: sebuah ilmu tentang kaidah dan
dalil-dalil umum yang digunakan untuk mencetuskan hukum fiqh sesuai cakupan
kaidah dan dalil itu. Kaidah adalah: diskursus umum yang mencakup
hukum partikular (juz’i), dengan kaidah inilah hukum juz’I dapat diketahui .
Kaidah “Al-Amru yufid al-wujub illa idza sharafathu qarinatuh ‘an dzalik” (Amar (perintah) menunjukkan wajib, kecuali jika ada indikasi yang dapat memalingkannya dari wajib). Kaidah ini mencakup semua nash partikular. Seperti firman Allah yang artinya:
“Wahai
orang-orang yang beriman, tepatilah janji-janjimu…” (Al Maidah: 1). Dan
“Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
taatlah pada Rasul…” (An Nur: 59)
semua kata yang menunjukkan amar (perintah)
masuk dalam kategori kaidah di atas. Dengan kata amar itulah hukum wajib
dalam ayat-ayat itu dapat diketahui. Seperti wajibnya menepati janji,
wajibnya shalat, menunaikan zakat dan taat pada Rasull.
Contoh kaidah: “Nahi (larangan) menunjukkan haram, kecuali jika ada indikasi yang dapat memalingkannya dari haram”. Kaidah ini mencakup semua nash yang nenujukkan kata nahi (larangan), dengan kata nahi itulah hukum haram dalam nash-nash itu dapat diketahui. Seperti firman Allah SWT, “…dan janganlah kamu mendekati zina…” (Al Isra’: 32) dan firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan cara batil. (An-Nisa’: 29), dengan kaidah itu, maka diketahui bahwa hukum melakukan zina adalah haram, begitu pula makan harta dengan cara batil.
Dengan contoh kaidah di atas, seorang
mujtahid dapat mencetuskan hukum fiqih, yakni mencetuskan hukum syariah
perbuatan (amaliyah) yang ditetapkan berdasarkan dalil spesifik. Jika
misalnya seorang mujtahid ingin mengetahui hukumnya shalat, maka ia membaca
firman Allah SWT, “Aqiimu ash-shalah” (dirikanlah shalat). Karena kata
(Aqiimu) adalah bentuk amar (perintah), maka kaidah “amar menunjukkan wajib,
kecuali ada indikasi lain” diterapkan, dari penerapan itu kemudian diketahui
bahwa hukum melaksanakan shalat adalah wajib.
Yang dimaksud dengan dalil ijmal (umum)
adalah sumber-sumber hukum syariah, seperti Al Qur’an, Sunnah, Ijma’
(konsensus ulama), dan Qiyas (analogi). Mengetahui dalil ijmal berarti
mengetahui argumentasi dan kedudukannya dalam proses pengambilan dalil,
mengetahui apa yang ditunjukkan oleh nash, makna dan syarat ijma’,
macam-macam Qiyas dan ‘illat-nya (indikasi), metode menemukan ‘illat dan
sebagainya.
Ulama ushul membahas dalil ijmal yang
menunjukkan (memiliki dalalah) hukum syariah.
Ulama fiqh membahas dalil juz’i untuk
mencetuskan hukum juz’i dengan bantuan kaidah ushul dan mengaitkannya dengan
dalil ijmal.
Ushul fiqh
adalah tarkib
idhafi (kalimat majemuk) yang telah menjadi nama bagi suatu
disiplin ilmu tertentu. Ditinjau dari segi etimologi, ushul fiqh
terdiri dari mudhaf dan mudhaf
ilaih. Menurut aslinya kalimat tersebut bukan merupakan nama bagi
suatu disiplin ilmu tertentu, tetapi masing-masing mudhaf
dan mudhaf ilaih mempunyai pengertian
sendiri-sendiri. Untuk itu, sebelum memberikan defenisi ushul fiqh, terlebih
dahulu kita harus mengetahui pengertian lafazh “ushul” (yang menjadi mudhaf)
dan lafazh “fiqh” (yang menjadi mudhaf
ilaih).
Para
ahli hukum islam, dalam memberikan definisi ushul fiqih beraneka ragam, ada
yang menekankan pada fungsi ushul fiqih itu sendiri. Dan ada pula yang
menekankan pada hakekatnya, namun pada prinsipnya sama yaitu ilmu pengetahuan
yang objeknya dalil hukum syara’ secara global dengan semua seluk beluknya,
diantaranya;
·
Menurut Al-Baidhawi dari kalangan ulama
syafi’iyah (juz 1:16) bahwa yang dimaksud ushul fiqih adalah “ ilmu
pengetahuan tentang dalil fiqih secara global, metode penggunaan dalil
tersebut dan keadaan (persyaratan) orang yang menggunakannya”.
·
Ibnu Al-subki (juz 1:25) mendefinisikan ushul
fiqih sebagai “himpunan dalil fiqih secara global”.
·
Jumhur ulama ushul fiqih mendefinisikan ushul
fiqih adalah “himpunan kaidah (norma-norma) yang berfungsi sebagai alat
penggalian syara’ dari dalil-dalilnya”. Pendapat ini dikemukakan oleh syaikh
Muhammad Al-khuhary beik, seorang guru besar universitas Al-azhar kairo.
·
Kamaludin ibnu humam dari kalangan ulama
hanafiyah mendefinisikan ushul fikih sebagai pengetahuan tentang
kaidah-kaidah yang dapat mencapai kemampuan dalam penggalian fiqih”.
·
Abdul wahab khalaf, seorang guru besar hukum
di universitas kairo mesir menyatakan bahwa ushul fiqih adalah ilmu
pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan metode penggalian hukum-hukum syara’
mengenai perbuatan manusia (amaliah) dari dalil-dalil yang terperinci atau
kumpulan kaidah-kaidah dan metode penelitian hukum syara’ mengenai perbuatan
manusia (amaliah) dari dalil-dalil yang terperinci.
·
Syeikh Kamaluddin ibn Himam di dalam Tahrir
memberikan defenisi ushul fiqh: “ushul fiqh adalah pengertian tentang
kaidah-kaidah yang dijadikan sarana (alat) untuk menggali hukum-hukum fiqih”.
Atau dengan kata lain, ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang menjelaskan
tentang cara (methode) pengambilan (penggalian) hukum-hukum yang berkaitan
dengan perbuatan manusia dari dalil-dalil syar’i. Sebagai contoh, ushul fiqh
mnenetapkan, bahwa perintah (amar) itu menunjukkan hukum wajib, dan larangan
(nahi)
menunjukkan hukum haram.
3.
Perbedaan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Jelaslah
perbedaan antara fiqih dan ushul fiqih, bahwa ushul fiqih merupakan metode
(cara) yang harus ditempuh oleh ahli fiqih (faqih) di dalam menetapkan
hukum-hukum syara’ bedasarkan dalil syar’i, serta mengklasifikasikan
dalil-dali tersebut bedasarkan kualitasnya. Dalil dari Al Qur’an harus
didahulukan dari pada qiyas serta dalil-dalil lain yang tidak berdasarkan
nash Al- Qur’an dan Hadits. Sedangkan fiqih adalah hasil hukum-hukum syar’i
bedasarkan methode-methode tersebut.
Pengetahuan Fiqh itu lahir melalui proses
pembahasan yang digariskan dalam ilmu ushul Fiqh. Menurut aslinya kata "Ushul
Fiqih" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab "Ushulul
Fiqih" yang berarti asal-usul Fiqih. Maksudnya, pengetahuan
Fiqih itu lahir melalui proses pembahasan yang digariskan dalam ilmu ushul
Fiqih. Pengetahuan Fiqih adalah formulasi dari nash syari'at yang berbentuk
Al-Qur'an, Sunnah Nabi dengan cara-cara yang disusun dalam pengetahuan Ushul
Fiqih. Meskipun caar-cara itu disusun lama sesudah berlalunya masa diturunkan
Al-Qur'an dan diucapkannya sunnah oleh Nabi, namun materi, cara dan
dasar-dasarnya sudah mereka (para Ulama Mujtahid) gunakan sebelumnya
dalam mengistinbathkan dan menentukan hukum. Dasar-dasar dan cara-cara
menentukan hukum itulah yang disusun dan diolah kemudian menjadi pengetahuan
Ushul Fiqih.
Menurut Istitah yang digunakan oleh para ahli
Ushul Fiqh ini, Ushul Fiqh itu ialah, suatu ilmu yang membicarakan
berbagai ketentuan dan kaidah yang dapat digunakan dalam menggali dan
merumuskan hukum syari'at Islam dari sumbernya. Dalam pemakaiannya, kadang-kadang
ilmu ini digunakan untuk menetapkan dalil bagi sesuatu hukum; kadang-kadang
untuk menetapkan hukum dengan mempergunakan dalil Ayat-ayat Al-Our'an dan
Sunnah Rasul yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, dirumuskan berbentuk
"hukum Fiqh" (ilmu Fiqh) supaya dapat diamalkan dengan
mudah. Demikian pula peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang ditemukan dalam
kehidupan dapat ditentukan hukum atau statusnya dengan mempergunakan dalil.
|
||||||||||||||||||||||
BAB III
Penutupan
A. Simpulan
.
Dari keterangan
di atas, dapat terlihat dengan jelas bahwa ushul fikih merupakan timbangan atau
ketentuan untuk istinbat hukum dan objaknya selalu dalil dan hukum, sementara
objek fiqihnya selalu perbuatan mukhalaf yang diberi status hukumnya walaupun
ada titik kesamaan yaitu keduanya merujuk pada dalil, namun konsentrasinya
berbeda, yaitu ushul fiqih memandang dalil dari sisi cara petunjukan atas suatu
ketentuan hukum, sedangkan fiqih memandang dalil hanya sebagai rujukannya.
B.
Saran
Alhamdulillah
akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini, segala koreksi dan saran
demi kesempurnaan makalah ini penyusun harapkan sebagai bentuk kepedulian bagi
yang ingin menambahkhazanah, kekeliruan dan sebagai bahan untuk memperbaiki apa
yang telah disusunnya. Sehingga mudah-mudahan untuk waktu kedepannya, penyusun
bisa lebih baik.
BAB
IV
Daftar Pustaka
Ø
Prof. Dr. Rachmat Syafe’I,MA. 1998. Ilmu Ushul fiqih. Bandung: Pustaka Setia.
Ø Prof.
Dr. Abdul Wahhab Khallaf. 1974. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Pustaka
Amanah.
Ø Prof.
Muhammad Abu Zahrah. 2011. Ushul fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Ø Definisi Ushul Fiqh - IslamWiki | Tentang Islam http://islamwiki.blogspot.com/2009/02/definisi-ushul-fiqh.html#ixzz2I7IGz1CT
Under Creative Commons License: Attribution.
Under Creative Commons License: Attribution.
terimakasi kaka.. haha
BalasHapusbelajar buat UTS ushul fiqih..
makasih , , ,
BalasHapusSangat bagus artikelnya, izin share ya .... met siang sukses untuk ktia semua.
BalasHapusIngin bertanya .apa betul fiqih bisa berubah menurut keadaan atau jaman nya ?
BalasHapusterima kasih artikelny mbk. ijin belajar fiqih.. :)
BalasHapusjasa website di mataram lombok
terimakaih . izin zhare..
BalasHapusternyta ruang lingkup ilmu fiqih itu sndri sngt luas ya?
BalasHapusCiliata
Pengertian amphibi
terimakasih atas pengertian imu fiqih nya
BalasHapussyukron kk ilmu semoga bermanfaat
BalasHapusyang paling lengkap ushul fiqih krangan siapa
BalasHapusia sama-sama jangan lupa berkunjung lagi ya... smoga berkah
BalasHapusbest article (y) ...
BalasHapusALHAMDULILLAH...IZIN COPPAS UKHTI
BalasHapusmaaf kak kalau bisa layarnya warnah putih aja
BalasHapus